Pekanbaru, Gatra.com– Berbicara dalam webinar “Akselerasi Pengembangan Industri Kelapa Sawit untuk Mendukung Ekonomi Berkelanjutan di Provinsi Kalimantan Barat”, Kamis (16/9), Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Purwiyatno Hariyadi tak habis pikir jika ada masyarakat yang membenci kelapa sawit. Sebab ketergantungan masyarakat akan sawit sangat tinggi.
Lebih dari 50% produk yang ditawarkan di supermarket atau ritel kecil lainnya berbahan dasar minyak sawit. “Sedikitnya 68% minyak sawit digunakan sebagai bahan baku produk pangan dunia. Mulai margarin, produk konfeksioneri, cokelat, pizza, roti, minyak goreng dan masih banyak lagi,” papar Senior Scientist Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center, IPB University itu.
Tidak hanya itu, sebanyak 27% persen minyak sawit digunakan untuk pembuatan produk-produk yang setiap hari digunakan masyarakat. Seperti sabun, deterjen, pasta gigi, kosmetik, obat-obatan dan alat pembersih. Sementara 5 persen sisanya minyak sawit digunakan sebagai bahan baku bahan bakar bio diesel.
Di Indonesia penggunaan minyak sawit sepanjang 2017 hingga Juli 2021 terus menanjak. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), pada 2017, produk minyak sawit digunakan untuk biodiesel sebesar 20,1%; oleokimia 6,2%; pangan 73,7%.
Pada 2018, minyak sawit yang digunakan untuk biodiesel 28,3%; oleokimia 7,1%; pangan 64,5%. Pada 2019, biodiesel 34,8%; oleokimia 6,3%; pangan 58,9%. Pada 2020, biodiesel 41,7%; oleokimia 9,8%; pangan 48,6%. Sedangkan hingga Juli 2021, penggunaan minyak sawit untuk biodiesel sebesar 37,4%; oleokimia 11,3% dan pangan 51,3%.
Beruntung Indonesia dikaruniahi kekayaan alam berupa kebun kelapa sawit yang cukup luas. Malah saat ini, Indonesia adalah negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia yang pusat industrinya berada di Kalimantan Barat (Kalbar).
Kalbar berpeluang untuk berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan gizi nasional, serta dunia. Dan, minyak sawit secara alami tidak mengandung asam lemak trans untuk produk pangan dan memiliki keseimbangan antara komponen saturated fats dan unsaturated fats. Dan, minyak sawit juga memiliki keunggulan lain berupa kandungan fitonutrien yang sangat tinggi seperti beta karoten dan tocopherol.
"Industri sawit di tanah air merupakan aset nasional dan kekayaan dunia dan sangat efisien dan ekonomis. Untuk merumuskan posisi ilmiah tentang status minyak sawit (Palm oil/PO) sebagai bahan pangan dan kesehatan, serta keberlanjutannya, pihak Perguruan Tinggi dan Lembaga Riset harus paduserasi,” pungkasnya.
Ketua DPW APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) Kalimantan Barat Indra Rustandi, SS sependapat dengan paparan Prof Purwiyatno. Dimana menurutnya, selama 24 jam masyarakat Indonesia dan dunia tak luput dari sawit. “Jadi wajar kiranya jika sawit masuk dalam kelompok objek vital nasional. Sehingga semua pihak tanpa kecuali harus menjaga dan melindungi,” tuturnya.
Indra menambahkan, tanpa sawit sudah lama ekonomi Indonesia terpuruk. Terlebih dimasa pandemi saat ini. Namun faktanya sawit telah menyelamatkan perputaran ekonomi Indonesia dan Kalimantan Barat sebagai provinsi nomor 3 wilayah sawit terluas, tentu berperan untuk kestabilan tersebut.
“Saat ini sawit selalu disudutkan pihak-pihak tertentu. Yang paling memprihatinkan yang menyudutkan itu adalah anak bangsa ini dan salah satunya Kementerian Pembantu Presiden dengan berbagai modus denda dan klaim kawasan hutan. Seharusnya mereka yang dihukum karena lalai dan abai selama ini melaksanakan tugasnya dan sawit telah menyelamatkan hutan Indonesia” paparnya.
“Kami petani sawit Indonesia sudah mengusulkan ke Komisi IV DPR RI dan ke Presiden supaya Kementerian Perkebunan dikhususkan dengan salah satunya dirjen agrisbisnis dan agroindustri sawit, ya harus sangat serius menangani sawit ini tentu dengan konsep keberlanjutan sesuai harapan kita semua. Kita harus mensyukuri sawit tumbuh subur di Indonesia, ini anugerah untuk dunia,” tandasnya.