Jakarta, Gatra.com- ISPO merupakan singkatan dari Indonesia Sustainable Palm Oil. Ini adalah langkah konkret dari Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Pertanian, untuk menggenjot pertumbuhan industri sawit tanah air sekaligus mengurangi masalah lingkungan yang timbul akibat industri ini. Sertifikasi ISPO kini banyak dicontoh negara sawit lainnya.
Sejak mulai berjalan tahun 2011, peraturan sertifikasi ISPO sudah mengalami tiga kali perbaikan. Diawali Peraturan Kementerian Pertanian (Permentan) Nomor 19/2011, yang digunakan sebagai dasar melakukan sertifikasi, dalam kurun waktu 4 – 5 tahun setelah diterbitkannya Permentan ini, belum begitu banyak pihak pengusaha kelapa sawit yang mengantongi sertifikat ISPO.
"Dari 2011 – 2015, hanya 127 sertifikat ISPO yang diterbitkan untuk 127 perusahaan. Seluruhnya masih perusahaan waktu itu," kata Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategi Berkelanjutan (FP2SB), Achmad Manggabarani dalam webinar memperingati 10 tahun ISPO, Rabu (22/9).
Setelah itu, pemerintah mengeluarkan Permentan Nomor 11/2015. Melalui kebijakan ini, terjadi peningkatan dua kali lipat terhadap jumlah sertifikasi ISPO yang diterbitkan. Dalam kurun waktu 4 – 5 tahun, 494 sertifikat ISPO diterbitkan untuk 480 perusahaan, 4 KUD dan 10 koperasi.
Bahkan pada periode tersebut terlihat, tidak hanya perusahaan yang mengantongi sertifikat ISPO, koperasi dan KUD sudah ambil bagian. "Dibuatnya Permentan 2015 karena ada beberapa perbaikan dan masukan, mulai dari dalam maupun luar negeri," kata Achmad.
Selanjutnya, pemerintah mengeluarkan Permentan Nomor 38/2020, yang mana melalui kebijakan ini, jumlah sertifikasi ISPO yang diterbitkan meningkat lebih baik daripada dua periode sebelumnya. Sepanjang tahun 2020, sebanyak 139 sertifikat ISPO sudah diterbitkan.
"Memang ada peraturan baru dalam Permentan 2020, yakni adanya organisasi dalam penanganan penerbitan sertifikat ISPO. Kendati begitu, pada prinsipnya, kriteria Permentan 2020 ini tetap menggunakan aturan main di Permentan Nomor 11/2015," tutupnya.