Semarang, Gatra.com – Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat menyebutkan korban kecelakaan lalu lintas dalam kurun wakru 2016–2020 kebanyakan adalah kaum muda atau milenial.
Menurut Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno, usia korban kecelakaan lalu lintas (lakalantas) pada kurun waktu 2016–2020 tertinggi adalah usia 15–24 tahun, yakni kelompok pelajar, mahasiswa, dan pekerja muda.
Pada lakantas tahun 2016 jumlah korban sebanyak 49.084 korban (18,97%), tahun 2017 sebanyak 36.104 korban (21,64%), tahun 2018 sebanyak 41.928 korban (24,19%), tahun 2019 sebanyak 54.809 korban (22,41%), dan tahun 2020 sebanyak 38.124 korban (35,79%).
“Berdasarkan catatan Kementerian Perhubungan yang didapat dari Korlantas Polri, pelajar jadi korban kecelakaan lalu lintas paling banyak di Indonesia,” katanya, Sabtu (25/9).
Sedangkan jenis kendaraan yang sering terlibat kecelakaan lalu lintas selama tahun 2016–2020 adalah sepeda motor (74,54%). “Di Indonesia setiap 1 jam ada 2–3 orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas,” imbuhnya.
Lebih lanjut Djoko mengatakan, saat ini lakalantas sudah menjadi salah satu aspek terkemuka di dunia. Korbannya paling tinggi generasi muda yang akhirnya memengaruhi produktivitas individu terhadap bangsa.
Saat ini, ada lebih dari 1,25 juta kasus kecelakaan setiap tahun di dunia. Sementara di Indonesia, setiap hari 60–80 orang meninggal seketika karena lakalantas. Namun, jika ditelusuri dari sejumlah korban yang luka berat, bisa jadi yang meninggal setiap hari lebih dari 100 jiwa.
“Ini bukan masalah angka, namun akan sangat bernilai dan bermakna jika ada upaya untuk menguranginya. Generasi muda adalah aset bangsa yang harus dilindungi,” ujarnya.
Di negara modern, lanjut Djoko, sumber daya manusia selalu diprioritaskan karena mereka adalah generasi sukses yang akan membuka dan mampu meningkatkan citra bangsa.
Keselamatan harus menjadi kebiasaan dan budaya yang diminta sejak usia dini. Pendidikan dapat bertindak sebagai pembuka hati. Melalui pendidikan kesadaran, sensitivitas, keperawatan, dan tanggung jawab keselamatan harus dibuat dalam aksi nyata yang dapat dibanggakan.
“Program keselamatan tidak hanya dilakukan pemerintah pusat, namun pemerintah daerah juga wajib menganggarkan. Sekarang ini, Dinas Perhubungan di kabupaten/kota konsentrasi membantu menaikkan pendapatan asli daerah (PAD) melalui aktivitas, parkir, kir, dan terminal,” ujar Djoko.
Sesungguhnya, imbuh dosen Unika Soegiyopranata Semarang ini, Dinas Perhubungan fokus pada program keselamatan dan pelayanan. Keselamatan transportasi untuk semua usia di semua sektor. Kemudian memberikan pelayanan penyediaan transportasi umum, jalur sepeda, dan pejalan kaki yang humanis.
“Kepala daerah harus fokus membenahi angkutan perkotaan dan angkutan perdesaan jika menginginkan angka kecelakaan lalu lintas di kalangan milenial menurun. Juga membangun dan membenahi fasilitas pesepeda dan pejalan kaki yang berkeselamatan,” ujarnya.