Jakarta, Gatra.com – Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah, mengungkapkan bahwa Bank Indonesia (BI) harus berfokus memperbaiki anomali suku bunga perbankan yang masih tinggi meski suku bunga acuan BI 7 Day (Reverse) Repo Rate telah diturunkan.
“PR [pekerjaan rumah] utama BI adalah mengatasi anomali suku bunga. Karena suku bunga ini sangat mengganggu perekonomian kita di mana suku bunga bank yang begitu tinggi,” ujar Piter dalam keterangannya, Kamis (23/9).
Piter menilai tingginya suku bunga perbankan membuat kecendrungan bank menaruh uang di Surat Berharga Negara (SBN) dibandingkan menyalurkan kredit, terlebih kepada para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang risikonya lebih tinggi.
Lebih lanjut, Piter menyarankan untuk mendorong penyaluran kredit kepada UMKM, BI sebaiknya tidak mengatur Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) yang mewajibkan perbankan menyalurkan kredit kepada UMKM minimal 20% pada akhir Juni 2022.
"Jadi bicara makroprudensial bukan di sini tempatnya, bukan di dalam mengatur penyaluran kredit kepada UMKM, tetapi kepada hal-hal yang lebih sesuai dengan perspektif yang seharusnya dikandung di dalam makroprudensial," ujarnya.
Menurut Piter, kinerja BI akan lebih maksimal apabila berfokus pada wewenangnya dalam kebijakan makroprudensial, seperti kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan potensi risiko sistem keuangan. Selain itu, BI dapat menyalurkan instrumen lain, seperi memudahkan bank dalam menyalurkan kredit kepada UMKM.
"BI tentunya dengan niat sangat baik menelurkan kebijakan Peraturan BI Nomor 23 Tahun 2021, tetapi sebelumnya kalau kita amati kepada tujuan penyaluran kredit kepada UMKM, BI bisa menggunakan instrumen lain," pungkasnya.
Sebagai informasi, sebelumnya BI merilis Peraturan BI (PBI) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial Bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah. Dalam aturan tersebut, BI mengharuskan pemenuhan RPIM secara bertahap, mulai dari minimal 20% sejak akhir Juni 2022, 25% pada akhir Juni 2023, dan 30% pada akhir Juni 2024 mendatang.