Jakarta, Gatra.com – Pandemi Covid-19 telah membawa dampak signifikan terhadap kondisi ekonomi dunia. Kendati demikian, sejumlah negara memutuskan tak lagi menunggu Covid-19 mereda untuk memperbaiki ekonomi. Para pemangku kebijakan di berbagai negara lebih memilih untuk sesegera mungkin mengambil keputusan untuk memperbaiki ekonomi dan hidup berdampingan dengan Covid-19.
Dalam gelaran Lintasarta Cloudeka Conference: ICT & Business Outlook 2022, pada Rabu (22/9), Ekonom Senior INDEF, Aviliani, menyebutkan, terdapat tujuh tantangan yang muncul akibat pandemi Covid-19, diiringi peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan para pelaku ekonomi dan pengambil kebijakan untuk berinovasi demi memperbaiki ekonomi.
Ketujuh tantangan tersebut, dijelaskan Aviliani yang pertama, adanya tantangan ekonomi global yang semakin penuh ketidakpastian dengan fase krisis yang semakin pendek. "Namun, hal ini menimbulkan peluang bagi pelaku ekonomi untuk bisa bertahan dan berkembang bila selalu menjalankan strategi yang inovatif dan kreatif, karena tidak akan ada sesuatu yang stabil," ungkap Aviliani dalam konferensi tersebut.
Kedua, sejumlah sektor industri yang akan tumbuh dan mengarah pada digitalisasi. Hal ini memunculkan peluang bagi beberapa sektor industri yang perlu menjaga keberlangsungan bisnis dengan meningkatkan pemanfaatan Information and Communication Technology (ICT). Jika tidak, sektor industri akan dilibas oleh perusahaan lain yang lebih inovatif.
Ketiga, lanjut Aviliani, pandemi Covid-19 memunculkan tantangan permintaan yang rendah dan membutuhkan waktu cukup lama untuk pulih. Hal ini memberi peluang potensi pasar yang masih besar. Maka itu, pelaku ekonomi harus memanfaatkan peluang pasar domestik, terutama bagi kelas menengah.
"Tantangan keempat, pertumbuhan ekonomi dinilai masih akan rendah. Namun, masih ada sektor-sektor yang mempunyai prospek cukup baik sehingga ini bisa menjadi sasaran perusahaan ICT, seperti sektor keuangan yang saat ini sedang berbenah diri untuk memperbesar produk digital, dan perusahaan lain yang berlomba-lomba memanfaatkan peran teknologi," bebernya.
"Tantangan kelima, pandemi yang cukup lama telah mengubah perilaku masyarakat dalam bertransaksi, berinvestasi, dan dalam perilaku hidup. Hal ini memberi peluang perilaku masyarakat beralih ke arah digital akan semakin besar, sehingga perusahaan akan mengikuti kebutuhan pasar," imbuh Aviliani.
Lebih lanjut, pada tantangan keenam, pertumbuhan ekonomi masih akan rendah pada 2021, sedangkan 2022 diprediksi lebih rendah dari 2021. Namun, hal ini membawa peluang masih ada sektor-sektor yang mempunyai prospek baik. Tantangan terakhir, digitalisasi ekonomi akan terjadi di berbagai sektor, dan membutuhkan perubahan dalam berbagai hal. Hal ini membutuhkan kemampuan untuk membangun aplikasi yang sesuai, serta kecanggihan infrastruktur teknologi.
"Maka itu, diperlukan infrastruktur yang memadai dan SDM yang mampu adaptif. Untuk mendukung digitalisasi yang semakin besar peluang pekerjaan baru dan investasi di sektor teknologi," ungkap Aviliani.
Menurut dia, sepanjang 2008–2019, terjadi gejolak ekonomi dunia yang bersumber dari sektor keuangan, energi, maupun perdagangan. Krisis tersebut tidak begitu nyata menekan sisi permintaan dan penawaran. Namun, jika tidak disikapi oleh para pengusaha dan regulator, maka krisis ekonomi akan terjadi berkepanjangan.
Dalam paparannya, Aviliani menjelaskan, sejumlah sektor yang mengalami pemulihan dalam waktu yang cepat antara lain sektor informasi dan telekomunikasi, industri makanan dan minuman, jasa kesehatan, pendidikan, agrikultur dan peternakan, serta air bersih.
"Sementara itu, sektor yang pemulihannya sedang, yakni sektor perdagangan besar dan retail, industri pengolahan, sektor keuangan, konstruksi, minyak dan gas, transportasi dan pergudangan, serta pertambangan. Sedangkan, sektor yang pemulihannya lambat di antaranya, sektor hotel dan restoran, transportasi udara, dan real estate," jelasnya.
Menurutnya, pandemi Covid-19 mempercepat peralihan sektor industri ke penggunaan teknologi. "Beberapa di antaranya, sektor-sektor yang dapat dijalankan dengan berbasis teknologi adalah sektor kesehatan, pariwisata, industri, pendidikan, transportasi, agrikultur, perdagangan, perbankan, dan asuransi," ujarnya.
President Director Lintasarta, Arya Damar, pun sepakat, menurutnya pandemi Covid-19 telah memporak-porandakan sektor ekonomi dan sektor kesehatan. Hampir seluruh negara mengalami pelemahan ekonomi. Kendati demikian, Arya menilai pada 2022 terdapat secercah harapan, seiring dilakukannya vaksinasi secara masif, diikuti perbaikan kebijakan ekonomi di sejumlah negara.
"Pandemi tidak hanya sekadar memporak-porandakan seluruh lini, tetapi juga menjadi pembelajaran di mana hal ini dapat mendorong penggunaan teknologi lebih cepat lagi," ungkap Arya.
Pada dasarnya, teknologi merupakan pendorong pertumbuhan ekonomi. Pandemi Covid-19 juga membuat para pekerja menjadi terbiasa bekerja secara mobile di luar kantor. Sebagian orang tetap akan bekerja secara hybrid, yakni bekerja di rumah dan di kantor.
"Digitalisasi tidak hanya dinikmati oleh masyarakat, tetapi juga oleh perusahaan. Korporasi yang menerapkan digitalisasi mengalami peningkatan penjualan 21% lebih tinggi daripada perusahaan konvensional. Bahkan, keuntungan perusahaan melonjak 16% lebih tinggi dari perusahaan yang tidak menerapkan digitalisasi," kata Arya.
Maka itu, perusahaan perlu mempersiapkan teknologi tepat guna untuk mendukung keberhasilan bisnisnya. Hal ini dapat dilakukan dengan menyerahkan strategi teknologi kepada pihak lain. Baik dalam hal pengadaan infrastruktur berteknologi, server, aplikasi, maupun sistem keamanan.
"Hari ini, Lintasarta meluncurkan kembali layanan Lintasarta Cloudeka. Kami menyiapkan Cloud kepada seluruh industri dan di-bundling dengan infrastruktur, cloud, security, dan aplikasi. Kami berharap bisa membantu perusahaan untuk turut mendukung pertumbuhan ekonomi nasional," ujarnya.