Jakarta, Gatra.com – Kelompok rentan menjadi kelompok yang mendapatkan pukulan berat selama masa pandemi COVID-19 ini. Beban yang dialami kelompok ini makin bertambah jika akses terhadap pengobatan, sumber pendapatan, vaksinasi, dan lain-lain tidak mudah didapat. Terlebih, kebijakan tidak didesain untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang tergolong rentan.
Lebih dari itu, sebagian masyarakat yang semula tak tergolong sebagai kelompok rentan juga berisiko masuk dalam kelompok ini akibat beban ekonomi maupun kesehatan yang timbul selama pandemi. Diskusi ini menjadi diskusi KSIxChange ke-36 yang mengambil tema “Bagaimana Ilmu Sosial Humaniora dapat Melindungi Kelompok Rentan Akibat Pandemi COVID-19” yang digelar virtual pada Selasa (21/9).
Diskusi yang digagas Knowledge Sector Initiative (KSI) dan Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) itu mendorong desain kebijakan berbasis bukti yang mampu mengentaskan permasalahan kerentanan yang dialami kelompok tertentu. Misalnya kelompok minoritas agama dan etnis, orang miskin, perempuan dan/atau pengasuh dengan beban ganda, penyandang disabilitas, penderita penyakit kronis, dan pekerja kreatif.
Ketua Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI), Dr. Sri Fatmawati mengatakan, pandemi memberikan dampak yang berbeda-beda, terutama bagi kelompok rentan. “Mereka sering kali terlupakan dalam pelayanan maupun kebijakan. Di sinilah ilmu sosial hadir untuk memeriksa berbagai aspek yang mungkin dilakukan oleh pembuat kebijakan dan memberikan jawaban untuk mengurangi berbagai ketimpangan sosial,” ujar Sri.
Hal senada disampaikan Peneliti Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Dr. Teguh Hartanto. Dirinya berpendapat, penyusunan kebijakan terkadang hanya menggunakan perspektif ekonomi. “Padahal, pendekatan sosial humaniora memiliki peran penting dalam memetakan kelompok rentan yang belum mendapatkan bantuan ekonomi dengan lebih tepat sasaran, sekaligus membantu pemerintah mendesain kebijakan proteksi sosial yang sifatnya inklusif dan adaptif merespons perubahan,” kata Teguh.
Riset sosial humaniora dapat melengkapi ilmu kedokteran yang biasanya lebih banyak terobsesi pada faktor-faktor sebab-akibat. Hal itu yang menjadi titik tekan dari peneliti kesehatan Universitas Hasanuddin, Dr. Sudirman Nasir. Ilmu sosial menurutnya dapat memetakan dampak Covid-19 secara menyeluruh serta melihat kelompok rentan sebagai agen yang sangat aktif dalam kondisi pandemi.
“Dari sana, pemahaman terhadap jenis kerentanan sosial dapat meningkat dan membantu pemerintah dalam menentukan kebijakan afirmasi ataupun solusi tepat sasaran untuk dapat menjangkau kelompok rentan lebih dekat selama masa pandemi,” ujar Sudirman.
Diskusi kali ini juga menghadirkan pakar lainnya. Di antaranya peneliti pendidikan dari Universitas Negeri Semarang, Dr. Zulfa Sakhiyya; Peneliti Seni dan Budaya, Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Dr. Aprina Murwanti; Direktur Eksekutif Sajogyo Institute, Dr. Maksum Syam; dan Peneliti Ilmu Sosial, Budaya, dan Agama, Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof. A. Najib Burhani.
Diskusi menenkankan pentingnya integrasi dari riset sosial humaniora menjadi penting untuk proses penyusunan kebijakan. Di samping itu, perlu adanya pendekatan multidisiplin dan inklusif dari proses integrasi pengetahuan ke kebijakan (knowledge-to-policy) juga memampukan kaum rentan dalam memiliki agensi dan memosisikan mereka sebagai sumber pengetahuan atas kebijakan dan advokat aktif atas keadilan sosial.