Jakarta, Gatra.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Fatia Maulidiyanti mengecam keras terkait aksi teror yang dilakukan oleh orang tidak dikenal (OTK) terhadap kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta yang diduga menggunakan bom molotov pada Sabtu dini hari (18/09). Aksi tersebut mengakibatkan teras kantor LBH Yogyakarta terbakar oleh api dan menyambar ke beberapa bagian.
"Kami menduga aksi teror tersebut terjadi, tentu tidak dapat dilepaskan dari keterkaitan kerja-kerja advokasi atau bantuan hukum struktural yang dilakukan oleh LBH Yogyakarta untuk menolong kelompok masyarakat miskin, minoritas dan rentan. Bahwa atas upaya pembelaannya tersebut, memungkinkan bagi pihak-pihak tertentu merasa tidak suka dan melakukan aksi teror yang tidak lain dimaksudkan untuk menakut-nakuti agar menghentikan upaya advokasi yang selama ini dilakukan." ujar Fatia dalam keterangannya, Senin (20/09).
Lebih lanjut, Fatia menuturkan belum sebulan berlalu ditetapkanya tanggal 7 September sebagai Hari Perlindungan Pembela HAM di Indonesia oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI (Komnas HAM), negara masih abai untuk melakukan perlindungan terhadap Pembela HAM. Penetapan Hari Perlindungan Pembela HAM di Indonesia tersebut, seharusnya menjadi momentum untuk mengingat kerja-kerja nyata Pembela HAM dalam pemajuan hak asasi manusia.
"Kami berpendapat serangan terhadap kantor LBH Yogyakarta dapat juga dimaknai sebagai serangan terhadap Pembela Hak Asasi Manusia dan hal ini merupakan persoalan yang serius. Mengingat aksi teror sering dialami para Pembela HAM baik secara langsung maupun di ruang-ruang digital." ujarnya.
"Negara seharusnya mampu mengakomodir perlindungan pembela HAM melalui regulasi khusus untuk melindungi Pembela HAM, guna memberikan rasa aman dalam kerja dan/atau upaya pemajuan HAM yang selama ini dijalani. Ketiadaan regulasi khusus ini membuat kerja pembelaan hak asasi manusia erat dengan ancaman, intimidasi, teror, bahkan kriminalisasi." lanjut Fatia.
Fatia menyebutkan LBH Yogyakarta berhak mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan dan keselamatan selama menjalankan pemberian bantuan hukum dari segala bentuk ancaman, aksi teror, bahkan kriminalisasi.
"Kami menilai tindakan teror yang terjadi pada LBH Yogyakarta setidaknya telah melanggar beberapa ketentuan yang diatur dalam yakni Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951 dan Pasal 187 ayat (1), serta Pasal 406 ayat (1) Kitab Undang-Udang Hukum Pidana (KUHP). Maka, pelaku dapat dijerat pidana sebagaimana aturan yang berlaku." pungkasnya.