Kabul, Gatra.com – Insiden baku tembak secara dramatis di istana presiden di Kabul terjadi ketika seorang ‘mewakili’ AS dari suara moderat dalam pemerintahan Taliban Afghanistan telah dikesampingkan pembicaraannya.
Mullah Abdul Ghani Baradar, kelompok yang diketahui memimpin pembicaraan damai dengan AS, diserang secara fisik oleh seorang pemimpin Jaringan Haqqani --yang dianggap sebagai teroris AS pada awal September-- selama pembicaraan di istana, mengenai pembentukan kabinet.
Insiden itu diungkapkan sumber-sumber di Istana tanpa menyebut identitasnya, sebagaimana dikutip Bloomberg, Jumat (17/8).
“Baradar mendorong “kabinet inklusif yang mencakup para pemimpin non-Taliban dan etnis minoritas, yang akan lebih dapat diterima oleh seluruh dunia,” kata orang-orang. Pada saat yang sama selama pembicaraan dalam pertemuan tersebut, Khalil ul Rahman Haqqani mendadak berdiri dari kursinya dan mulai meninju pemimpin Taliban tersebut.
Sontak kejadian itu membuat sejumlah pengawal yang berada di luar ruangan memasuki ruangan dan melepaskan tembakan diantara mereka satu sama lain. Bahkan ada yang terbunuh dan terluka diantara para pengawal tersebut.
“Sementara Baradar tidak terluka, dan dia telah meninggalkan ibu kota menuju ke Kandahar -- markas kelompok itu -- untuk berbicara dengan Pemimpin Tertinggi Haibatullah Akhundzada, yang secara efektif menjadi kepala spiritual Taliban,” kata orang-orang di istana.
Susunan kabinet yang dirilis pada 7 September itu tidak memasukkan siapa pun dari luar Taliban. Sekitar 90% jatuh ke etnis Pashtun dari kelompok tersebut.
Anggota keluarga Haqqani hanya menerima empat posisi yakni Sirajuddin Haqqani -- pemimpin Jaringan Haqqani yang ada dalam daftar paling dicari FBI karena terorisme -- menjadi penjabat menteri dalam negeri. Baradar ditunjuk sebagai salah satu dari dua wakil perdana menteri.
Kelompok Taliban dan Haqqani bergabung sekitar tahun 2016.
Sumber mengatakan kepala badan intelijen Pakistan, yang berada di Kabul bahwa selama diskusi tersebut, mendukung langkah Haqqani atas Baradar, yang selama ini menghabiskan sekitar delapan tahun di penjara Pakistan sebelum pemerintahan Trump memfasilitasi pembebasannya dalam partisipasinya di pembicaraan damai.
“Mullah Mohammad Hassan yang kurang dikenal dipilih sebagai perdana menteri ketimbang Baradar karena dia memiliki hubungan yang lebih baik dengan Islamabad dan bukan merupakan ancaman bagi faksi Haqqani, kata sumber.
Kantor media militer Pakistan tidak menanggapi permintaan komentar.
Selama seminggu terakhir, anggota Taliban telah menolak laporan tentang indsiden tersebut. Baradar muncul di televisi pemerintah pada hari Kamis pun menyangkal rumor bahwa dia telah terluka atau bahkan terbunuh. Baradar tidak hadir pada 12 September untuk menyambut menteri luar negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani, dan dia melewatkan pertemuan kabinet pertama Taliban minggu ini.
“Alhamdulillah, saya selamat dan sehat,” katanya dalam pidato singkat.
“Pernyataan lain yang dibuat oleh media bahwa kami memiliki perselisihan internal juga sama sekali tidak benar,” katanya.
Dia menepis spekulasi atas ketidakhadirannya selama kunjungan delegasi Qatar, di mana anggota kabinet lainnya termasuk beberapa Haqqani hadir. Negara Teluk telah menjadi tuan rumah Baradar selama beberapa tahun dan memfasilitasi negosiasi dengan Menteri Luar Negeri Michael Pompeo, untuk mengakhiri perang tersebut.
“Saya tidak mengetahui kunjungan menteri luar negeri Qatar,” tambah Baradar. “Saya bepergian selama kunjungan menteri luar negeri Qatar ke Kabul, dan saya tidak dapat mempersingkat perjalanan saya dan kembali ke Kabul,” tambahnya.
Dihubungi melalui telepon, juru bicara Taliban Bilal Karimi mengatakan Baradar “tidak absen dan kami berharap dia akan segera kembali.”
“Tidak ada perbedaan di antara para pemimpin Imarah Islam,” kata Karimi. “Mereka tidak bertengkar karena jabatan atau posisi pemerintah,” katanya.
Perpecahan di dalam Taliban adalah tanda yang mengkhawatirkan bagi negara-negara barat yang telah mendesak kelompok itu untuk menerapkan kebijakan yang lebih moderat termasuk menghormati hak-hak perempuan. China dan Pakistan menekan AS untuk mencairkan cadangan Afghanistan karena negara itu menghadapi inflasi yang melonjak dan ancaman krisis ekonomi.
Hubungan antara faksi Haqqani dan Taliban dilaporkan tidak selalu mesra. Namun, Anas Haqqani, pemimpin kunci kelompok itu, dengan menggunakan Twitter menyangkal adanya keretakan tersebut.