Jakarta, Gatra.com – Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais), Soleman B Pontoh, mendorong agar pemerintah membubarkan Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan mendirikan Indonesia Sea and Coast Guard (ISCG).
Soleman pada Jumat (17/9), menyampaikan demikian karena peran dan fungsinya tidak jelas, yakni apakah sebagai lembaga penegak hukum atau pertahanan. Posisi tersebut juga tumpang tindih dengan lembaga atau institusi lain.
"Bakamla itu enggak jelas statusnya, militer bukan, penegak hukum juga bukan," katanya.
Menurutnya, jika sebagai lembaga pertahanan, maka sudah ada TNI AL yang mengamankan wilayah laut Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Sementara itu, jika sebagai lembaga penegak hukum, Bakamla tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan penyidikan. Kondisi ini ibarat kucing yang tidak mempunyai kuku.
Menurutnya, penangkapan kapal di laut pun hanya akan menuai masalah baru. Seperti saat Bakamla menangkap kapal Iran, MT Horse. Kapal tersebut akhirnya kembali bebas berlayar karena yang dituduhkan dinilai tidak terbukti.
Dalam melakukan patroli pun, kata Soleman, personel Bakamla hanya melakukan partoli dan tidak boleh mempunyai senjata. Ketentuan ini sebagaimana diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2014.
"Karena tugas Bakamla menurut UU 32 Tahun 2014 tentang Kelautan hanya melakukan patroli saja. Patroli kan artinya muter-muter saja, tidak punya kewenangan menangkap," ujarnya.
Lebih lanjut Soleman mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun sudah menyampaikan soal ini. "Kan Presiden juga sudh perintahkan untuk transformasi Bakamla menjadi Cost Guard," ujarnya.
Menurutnya, transformasi itu berubah benentuk. "Artinya Bakamla dibubarkan lalu dibentuk Coast Guard yang berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran," ujarnya.
Menurutnya, Indonesia tidak membutuhkan lembaga seperti Bakamla. Indonesia membutuhkan Coast Guard agar menjadi negara yang kompetitif dan diperhitungkan di dunia. "Indonesia membutuhkan Coast Guard. Coas Guard setara dengan US Coast Guard," ujarya.
Karena soal kewenangan dan fungsi, Soleman pun mempertanyakan soal pengadaan 4 unit meriam 30 mm senilai Rp196 miliar. Selain itu, ada preseden sebelumnya bahwa pengadaan radar yang berbuntut korupsi. "Daripada menghabiskan anggaran maka bubarkan Bakamla dan bentuk Coast Guard," ujarnya.
Sementara itu, Panglima Komando Armada (Pangkoarmada) I, Laksamana Muda TNI Arsyad Abdullah, melakukan kunjungan komando ke garis depan di laut Natuna guna memastikan kehadiran unsur TNI AL di daerah operasi, Kamis (16/9)
Pangkoarmada I menyampaikan bahwa TNI AL dalam mengemban tugas berdasarkan pada Pasal 9 UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya sub Pasal a dan b, yaitu melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan dan menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi.
“Mengacu pada undang-undang tersebut, TNI AL dalam hal ini Koarmada I melaksanakan tugas mengamankan perairan Laut Natuna Utara, dalam mengamankan laut Natuna utara dituntut kehadiran KRI selalu ada 1 X 24 jam di wilayah tersebut,” ujarnya.
Dalam mengamankan Laut Natuna Utara, TNI AL mengerahkan sampai dengan 5 KRI, secara bergantian paling tidak ada 3 atau 4 KRI berada di laut sementara lainnya melaksanakan bekal ulang, sehingga dapat memantau kapal-kapal yang kemungkinan memasuki perairan Indonesia.
“Bahwa sikap TNI AL di Laut Natuna Utara sangat tegas melindungi kepentingan nasional di wilayah yurisdiksi Indonesia sesuai ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi sehingga tidak ada toleransi terhadap berbagai bentuk pelanggaran di Laut Natuna Utara,” katanya.
Pangkoarmada I akan berada di Natuna melakukan patroli udara guna memastikan secara langsung keberadaan Kapal Perang (KRI) yang sedang melaksanakan patroli di Laut Natuna Utara serta situasi Laut Natuna Utara.