Jakarta, Gatra.com – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Tjahjo Kumolo, mengungkapkan keheranannya bahwa sekarang-sekarang ini masih banyak pejabat publik, terutama di level daerah, yang terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kemarin baru saja ada OTT KPK di Banjarnegara, [Probolinggo], contoh kecil ini. Tetapi kok ya hari ini masih ada di Kalimantan Selatan,” ujar Tjahjo dalam sebuah webinar yang digelar pada Kamis (16/9).
“Apakah teman-teman yang hari ini tertangkap di Kalimantan Selatan itu tidak mengikuti, tidak membaca, langkah-langkah gebrakan KPK? KPK punya mata dan telinga di seluruh wilayah Indonesia, selain kejaksaan, kepolisian, LSM, dan pers,” lanjut Tjahjo.
Seperti diketahui, pada hari ini, Kamis, (16/9/2021), KPK dilaporkan telah melakukan giat OTT dugaan tindak pidana korupsi di Kalimantan Selatan semalam sebelumnya. Plt. Juru Bicara KPK, Ali Fikri, menyebutkan bahwa pihaknya tengah mengamankan beberapa pihak.
Selain itu, belum lama ini, publik juga digemparkan dengan ditangkapnya Bupati Banjarnegara, Budhi Sarwono, oleh KPK atas kasus dugaan korupsi pengadaan di Dinas PUPR Pemkab Banjarnegara tahun 2017–2018. Dari hasil penyidikan KPK, Budhi diduga menerima sejumlah Rp 2,1 miliar dalam kasus tersebut.
Tak hanya sampai di situ, OTT KPK juga terjadi di Probolinggo, Jawa Timur, pada akhir Agustus lalu. Bupati Probolinggo, Puput Tantrina Sari—beserta sang suami, Hasan Aminuddin, yang berstatus sebagai DPR RI Fraksi Partai NasDem, beserta sejumlah pelaku lainnya—tertangkap KPK karena diduga terlibat dalam kasus suap jual beli jabatan.
Dengan adanya rentetan peristiwa ini, maka wajar apabila Tjahjo merasa keheranan. Ia menyesalkan bahwa masih banyak pejabat negara yang tak mengindahkan area-area rawan korupsi. Area rawan korupsi yang dimaksud meliputi dana hibah dan bansos, perencanaan anggaran, retribusi dan pajak, pengadaan barang dan jasa, dan soal jual beli jabatan.
“Semakin banyak OTT KPK, berarti menunjukkan belum ada kesadaran yang terkait dengan area rawan korupsi,” ujar Tjahjo.
Padahal, Tjahjo mengatakan bahwa kesadaran akan area rawan korupsi ini merupakan sebuah upaya dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di samping reformasi birokrasi. Ia menyebut bahwa hal ini merupakan salah satu keinginan Presiden Jokowi.
“Ini yang diinginkan oleh Bapak Jokowi dalam rangka mewujudkan reformasi birokrasi yang tentunya birokrasi harus semakin profesional,” ujar Tjahjo.
Oleh karena itu, Tjahjo amat berpesan kepada para penyelenggara negara, terutama di level daerah, untuk senantiasa mengenali dan mempelajari area-area rawan korupsi tersebut di atas.
“Saya mengajak seluruh pejabat publik, baik pusat maupun daerah, termasuk diri saya, untuk memahami area rawan korupsi,” pesan Tjahjo.