Jakarta, Gatra.com – Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipidksus) Bareskrim Mabes Polri berhasil membongkar kasus dugaan pencucian uang dari penjualan obat ilegal. Dalam kasus ini, polisi menyita uang setengah triliun lebih, tepatnya Rp531 miliar.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipidksus Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal (Brigjen) Pol Helmy Santika, dalam konfensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (16/9), mengatakan, pengungkapkan kasus ini buah kerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Dittipideksus Bareskrim Polri telah mengungkap perkara TPPU [Tindak Pidana Pencucian Uang] dengan TPA [Tindak Pidana Asal] dengan sengaja dan tanpa hak mengedarkan obat dan sediaan farmasi tanpa izin," katanya.
Awalnya, tersangka Dianus Pianom (DP), seorang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap dan tidak memiliki keahlian dan kewenangan mengedarkan obat, menawarkan dan melayani pemesanan obat dari luar negeri sejak 2011–2021.
Dia mengaku sebagai pemilik Flora Fharmacy untuk dapat menjual obat dari luar negeri kepada pembeli, baik perorangan maupun apotek atau toko obat di Jakarta dan berbagai kota lainnya. Dia menawarkan obat ilegal tersebut melalui aplikasi WhatsApp.
"Setelah disepakati jumlah dan harganya serta cara pengirimannya [dari pembeli], tersangka DP memesan obat dari penyedia obat di luar negeri. Kemudian melakukan pembayaran dengan transfer dari rekening atas nama DP," katanya.
Setelah barang sampai di Indonesia, tanpa melalui proses registrasi untuk mendapatkan Izin Edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), tersangka Dianus mengirimkannya kepada pembeli. Pembeli kemudian melakukan pembayaran melalui transfer ke rekening atas nama Dianus Pianom setelah menerima obat.
Tersangka Dianus kemudian menarik uang tersebut dan menyimpan sebagiannya pada rekening miliknya di bank lain. Sedangkan sebagian lainnya ditempatkan dalam bentuk deposito, asuransi, reksadana, ORI, dan SPR, sehingga penggunaan uang sulit atau tidak diketahui.
"Produk perbankan tersebut tersebar pada beberapa rekening atas nama tersangka DP," katanya.
Ini merupakan pengembangan dari kasus peredaran obat ilegal yang ditangani Polres Mojokerto. Terdapat transaksi mencurigakan yang diduga sebagai hasil kejahatan tersangka Dianus Pianom.
Menindaklanjuti kecurigaan tersebut, Dittipideksus Bareskrim Polri melakukan join investigasi dengan PPATK. Polisi melakukan penyelidikan dan meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan setelah menemukan bukti permulaan yang cukup.
"Penyidik menemukan alat bukti dengan barang bukti yang disita berupa sisa obat yang diedarkan tersangka DP, yakni Favipiravir/Favimex jumlah 200 tablet, Crestor 20 mg jumlah 6 pak, Crestor 10 mg jumlah 5 pak, Voltaren Gel 50 mg jumlah 4 pak," katanya.
Kemudikan, 9 buah rekening buku tabungan atas nama tersangka Dianus Pianom pada berbagai bank, 9 lembar dokumen deposito juga atas nama Dianus Pianom pada berbagai bank. "Uang dalam tabungan dan deposito atas nama DP seluruhnya Rp530 miliar," katanya.
Menurut Helmy, yang bersangkutan membuka deposito mengingat keuntungan dari investasi yang dilakukannya itu bisa mencapai Rp800 juta per bulan. "Sehingga dapat disimpulkan diduga sumber dana adalah mingling atau pencampuran dana hasil jual beli obat ilegal dan aborsi dengan bunga keuntungan yang diperoleh dari pembukaan deposito atas nama DP," ungkapnya.
Atas perbuatan tersebut, Polri menyangka Dianus Pianom melanggar Pasal 196 juncto Pasal 98 Ayat (2) dan Ayat (3) dan atau Pasal 197 juncto Pasal 106 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juncto Pasal 64 KUHP dan Pasal 3 dan atau Pasal 4 dan atau Pasal 5 juncto Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.