Jakarta, Gatra.com – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), Suharso Monoarfa menilai pemerintah perlu melakukan penguatan terhadap kebijakan transparansi data pemilik manfaat usaha yang sesungguhnya alias beneficial ownership (BO).
Menurutnya, hal itu sedang diupayakan melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Usaha, RUU Perampasan Aset, dan revisi UU Jabatan Notaris.
“Ini penting sekali supaya menjadi efektif di lapangan berbasis legal. Penguatan regulasi untuk mendeklarasikan data BO diharapkan bisa memberikan hasil terkait kepatuhan korporasi, penguatan peran kementerian atau lembaga, serta aparatur penegak hukum,” ungkapnya, Kamis (16/9).
Suharso berharap penguatan tersebut juga dapat meningkatkan peran lembaga profesi seperti notaris. Kemudian, mampu mengoptimalkan integrasi dan berbagi pakai data BO antar kementerian atau lembaga pemerintah (K/L).
Saat ini, baru 22,36% korporasi di Indonesia yang melaksanakan deklarasi data beneficial ownership. Data BO yang sangat minim bisa mengakibatkan peningkatan potensi penyalahgunaan korporasi, baik ihwal tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang (TPPU), hingga tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT).
“Berbagai kebijakan dalam rangka optimalisasi penerapan prinsip mengenali BO telah ditetapkan pemerintah, yakni UU Pencegahan TPPU, UU Pencegahan TPPT, Perpres Nomor 13 Tahun 2018, serta MoU antara K/L tentang penguatan dan pemanfaatan basis data BO pada 2019,” jelasnya.
Suharso menuturkan, kebijakan tersebut sedang menjadi prioritas nasional dalam RPJMN 2020–2024 khususnya pada arah kebijakan penguatan sistem anti korupsi serta aksi Stranas Pencegahan Korupsi. Dia pun berharap upaya ini bisa imperatif di lapangan dan menghasilkan sesuatu yang signifikan.
“Di tingkat global, Indonesia telah merekomendasikan transparansi dan penguatan basis data beneficial ownership pada Open Government Partnership, Anti-Corruption Working Group, G20, Financial Action Task Force, serta Extractive Industries Transparency Initiative,” katanya.