Jakarta, Gatra.com - Kepala Lembaga Riset Siber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Dahlian Persadha membayangkan apabila Facebook diblokir, maka jumlah pendemo yang akan mendatangi kantor-kantor pemerintahan akan melebihi jumlah demonstrasi berjuluk 212 pada 2016 silam.
“Kalau sampai Facebook diblokir, yang demo ke Jakarta, ke kantor Kominfo, itu mungkin lebih banyak dari 212,” ujar Pratama dalam sebuah webinar yang digelar pada Rabu, (15/9/2021).
Pratama mengungkapkan hal tersebut dalam konteks lemahnya kedaulatan siber di Indonesia. Dalam pandangannya, layanan Over The Top (OTT) sudah mencengkeram dunia siber Indonesia terlalu keras.
Layanan OTT adalah layanan dengan konten berupa data, informasi, atau multimedia yang berjalan melalui jaringan internet. Contoh-contoh layanan OTT yang ada di Indonesia meliputi YouTube, Facebook, Twitter, WhatsApp, Google, dan lain-lain.
“Kita ini sudah hampir menjadi budaknya mereka. Jadi, kita ini hanya bisa nurut kepada mereka, sedangkan mereka cuek saja kepada kita,” ujar Pratama.
“Sekarang siapa yang enggak menggunakan media sosial – Twitter, Facebook, Instagram, Google? Kita masih menggunakan kok sehingga mereka tahu, enggak mungkin pemerintah Indonesia memblokir mereka,” kata Pratama.
Pratama menuturkan salah satu kasus Cambridge Analytica yang sempat menggemparkan dunia maya di tahun 2018 silam. Ia menyebut bahwa dalam kasus itu, terdapat 1,6 juta data orang Indonesia yang digunakan oleh Facebook secara ilegal.
Menurut penuturan Pratama, pemerintah Indonesia tak tinggal diam. Indonesia menawarkan diri untuk ambil bagian dalam tindakan investigasi. Hanya saja, Facebook menolak permintaan itu. Ia menuturkan bahwa perusahaan yang dimiliki Mark Zuckerberg tersebut bahkan tak memenuhi panggilan ke pengadilan ketika pemerintah Indonesia menggugatnya.
“Karena mereka tahu enggak mungkin pemerintah Indonesia akan memblokir Facebook yang penggunanya sudah hampir lebih dari 130 juta orang di Indonesia, sudah digunakan untuk kehidupan bisnis sehari-hari,” ujar Pratama.
Oleh karena itu, Pratama mendorong pemerintah dan DPR untuk membuat kerangka mengenai kedaulatan siber Indonesia. “Nah, ini menurut saya penting, apalagi nanti [menjelang pemilu] 2024. Harus dimulai dari sekarang karena pemilik-pemilik platform ini mereka tahu bahwa mereka ini digunakan oleh masyarakat Indonesia sehari-hari. Mereka tahu kita ini sudah tergantung kepada mereka,” pungkasnya.