Jakarta, Gatra.com – Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid, menilai penangkapan beberapa warga yang membawa poster saat kunjungan Presiden Joko Widodo ke Blitar, Jawa Timur dan Solo, Jawa Tengah, oleh pihak kepolisian merupakan tindakan berlebihan.
Karena itu, Usman menyebut aksi aparat kepolisian tersebut begitu mengherankan. Pasalnya, warga membawa poster itu ingin menyampaikan aspirasinya kepada Presiden Jokowi dianggap merupakan ancaman sehingga harus ditangkap atau 'diamankan'.
“Poster-poster tersebut hanya berisi permohonan agar presiden memperhatikan dan mendengar aspirasi mereka," ujar Usman dalam siaran pers, Selasa (14/9).
Menurutnya, kalau ungkapan sejinak ini saja tidak diperbolehkan, maka semakin mengindikasikan bahwa ruang kebebasan berekspresi di Indonesia terus menyusut.
“Aparat kepolisian seharusnya melindungi warga yang hendak mengungkapkan pendapatnya secara damai, bukan malah menghalang-halanginya,” katanya.
Meskipun polisi mengatakan mereka hanya ‘diamankan’ dan tidak ditahan, lanjut Usman, perlakuan seperti ini jelas akan menciptakan efek gentar yang dapat membuat orang semakin takut untuk menyampaikan pendapatnya.
“Pemerintah tidak boleh menutup mata atas kejadian-kejadian seperti ini dan memastikan bahwa aparat penegakan hukum mengerti bahwa masyarakat mempunyai hak untuk mengekspresikan pendapatnya secara damai di depan umum,” katanya.
Sebelumnya, pada Senin, 13 September 2021, setidaknya tujuh mahasiswa dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo, Jawa Tengah, ditangkap oleh aparat kepolisian dan dibawa ke Mapolresta Solo setelah mereka membentangkan beberapa poster saat Presiden Jokowi melintas di depan kampus UNS.
Isi poster-poster tersebut antara lain “Pak Jokowi, tolong benahi KPK” dan “Pak, tolong dukung petani lokal.” Ketujuh mahasiswa tersebut sudah dilepaskan oleh kepolisian.
Aksi serupa terjadi pada tanggal 7 September 2021, seorang peternak di Blitar, Jawa Timur, ditangkap oleh polisi setelah membentangkan poster berisi tulisan “Pak Jokowi bantu peternak beli jagung dengan harga wajar” saat Presiden melintas. Peternak tersebut juga sudah dipulangkan.
Amnesty International mengingatkan bahwa hak atas kebebasan berekspresi dijamin oleh Pasal 19 dan 21 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang juga telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005, serta dijelaskan lebih lanjut dalam Komentar Umum No. 34 terkait Pasal 19 ICCPR.
Menurut Usman, kebebasan berekspresi hanya dapat tunduk pada batasan-batasan seperti yang ditentukan oleh hukum dan diperlukan untuk melindungi keselamatan, ketertiban, kesehatan, atau moral publik atau hak-hak dasar dan kebebasan orang lain.
"Dalam hukum nasional, hak atas kebebasan berpendapat juga dijamin di dalam UUD 1945, khususnya Pasal 28E Ayat (3), dan juga Pasal 23 Ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999," katanya.