Jakarta, Gatra.com - Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait mengungkapkan bahwa pengguna jasa pinjaman online (pinjol) ilegal dari kalangan perempuan sangat rentan mengalami kekerasan berbasis gender siber (KBGS).
Berdasarkan data aduan pengguna aplikasi pinjaman online yang dimiliki LBH Jakarta, jelas Jeanny, 72,08 persen korbannya adalah perempuan dan 22 persen di antaranya mengalami KBGS.
Sejumlah bentuk KGBS yang menimpa korban perempuan terkait pinjol ilegal di antaranya berupa ancaman pembunuhan terhadap anak korban, meminta untuk menjual diri, menyebarluaskan informasi pinjaman kepada rekan-rekan kantor dan atasan korban agar korban di-PHK, serta menyebarkan foto-foto atau data pribadi dengan tujuan membuat korban merasa malu dan berpotensi mendorong korban melakukan bunuh diri.
Tak ketinggalan, tambah Jeanny, korban pinjol dari kalangan laki-laki turut mendapatkan ancaman yang merendahkan derajat perempuan. "Jika kamu tidak bisa bayar, suruh saja istrimu tidur dengan saya biar tagihannya lunas'. Ini merendahkan derajat perempuan," ujarnya dalam webinar LBH Jakarta, Jumat (10/9).
Dalam tindakan-tindakan semacam itu, jelas Jeanny terdapat unsur-unsur pelanggaran HAM. Dia menuturkan bahwa setidaknya ada dua hal yang telah dilanggar yakni, hak atas privasi dan hak atas rasa aman.
"Ada penagihan dengan penyebaran KTP, wajah diri, penyebaran data-data yang ada di galeri, penyebaran-penyebaran informasi pada gawai kita. Pengambilan dan pengumpulan data yang tidak terbatas dan tidak dijamin keamanannya itu pelanggaran hak atas privasi." urainya.
"Penagihan yang diikuti oleh berbagai tindak pidana, ada ancaman, penipuan, fitnah bahkan pelecehan seksual ini tentu saja mengancam rasa aman bagi tiap-tiap pribadi." pungkasnya.