Jakarta, Gatra.com - Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan menuturkan bahwa kenaikan cukai di tahun 2020 dan 2021 memberikan dampak signifikan terhadap IHT, sehingga membuat produksi rokok legal menurun hingga sebesar 60 miliar batang.
GAPPRI meminta Pemerintah untuk dapat memberikan relaksasi kepada IHT dengan tidak menaikkan cukai pada tahun 2022, karena IHT sendiri masih membutuhkan 3 tahun untuk memulihkan diri.
Henry mengungkapkan bahwa tarif cukai yang naik secara eksesif membuat pelaku IHT sulit untuk mempertahankan produksinya. Kondisi ini ditambah lagi dengan adanya Pandemi Covid-19, yang memaksa pelaku IHT untuk melakukan sejumlah efisiensi. Bila Pemerintah kembali menaikkan tarif cukai secara eksesif tahun depan.
Henry menuturkan bahwa terdapat dorongan pihak-pihak yang menginginkan agar Pemerintah segera melakukan Simplifikasi Tarif Cukai dan merevisi PP 109/2012 terus bergulir, tanpa mempertimbangkan banyak aspek kehidupan yang terancam, makin menyulitkan posisi bertahan para pelaku IHT.
“IHT bukan hanya industri yang padat karya namun juga padat aturan. GAPPRI berharap nanti ada omnibus law khusus untuk IHT. Sekecil apapun IHT, mereka juga memberikan kontribusi ekonomi bagi masyarakat di sekitar pabrik tersebut,” ujar Henry dalam keterangannya, Jumat (10/09).
Anggota Komisi IV DPR RI, Panggah Susanto menilai bahwa IHT merupakan agro industri yang menggerakkan ekonomi di pedesaan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat luas. Masalah yang sering mengganggu petani di lapangan adalah bagaimana harga tembakau itu sering dimainkan oknum pedagang.
“Kami mendukung penuh wacana tidak menaikkan cukai, namun kami juga berharp agar wacana ini juga dapat mensejahterakan petani,” tegas Panggah.
Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun, mengatakan bahwa banyak intervensi asing yang ingin menghilangkan IHT Indonesia. Kebijakan IHT Indonesia banyak dipengaruhi para filantropis.
“Agenda global ini masuk ke peraturan di banyak negara. Ini membuat seakan-akan tembakau itu hanya urusan kesehatan saja. Padahal ada buruh, petani, dan lain-lain,” ungkapnya.