Jakarta, Gatra.com – Sejak pandemi Covid-19 melanda pertama kali pada Maret 2020, masyarakat Indonesia ramai-ramai mencari cara agar terhindar dari paparan virus tersebut.
Salah satu caranya adalah dengan mengonsumsi ramuan-ramuan tradisional. Pengguna ramuan-ramuan tersebut tak hanya berasal dari masyarakat kota atau desa, tetapi juga masyarakat adat.
“Banyak juga wilayah-wilayah adat dan hampir semuanya yang tergantung dengan ramuan-ramuan tradisional karena, ya, ngapain beli vitamin kalau kita sendiri punya vitamin,” ujar Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Ruka Simbolinggi, dalam konferensi pers virtual pada pekan ini.
“Nah, ini yang menjadi satu blessing in disguise karena saat ini [terdapat] kebangkitan kembali menguatnya sistem kesehatan masyarakat adat. Jadi, ketidakhadiran negara rupanya berguna juga sekali-sekali dalam situasi krisis,” ujar Ruka.
Ia juga menyebut bahwa masyarakat adat hanya punya akses terhadap obat-obatan kimia tertentu saja, seperti parasetamol dan amoxicillin. Sementara itu, ia menyebut bahwa masyarakat adat kesulitan mendapatkan obat-obatan antivirus khusus untuk penanganan Covid-19 seperti remdesivir dan favipiravir.
Selain mengonsumsi ramuan-ramuan tradisional, Ruka juga menyebut bahwa masyarakat adat selalu melakukan berbagai ritual adat untuk mengusir virus, menyediakan pembendaharaan makanan untuk beberapa bulan, hingga melakukan karantina tertentu untuk warganya yang baru pulang kampung dari luar wilayah.
Hingga saat ini, keberhasilan masyarakat adat mengatasi pandemi Covid-19 cukup menyita perhataian. Suku Baduy, misalnya, sukses mencapai prestasi nol kasus Covid selama setahun.
Hanya saja, belakangan ini—tepatnya pada bulan Agustus 2021 ketika varian Delta menyebabkan gelombang pandemi kedua di Indonesia—terdapat dua kasus positif yang ditemukan di wilayah mereka. Walau begitu, secara umum masyarakat adat Baduy dinilai sukses menghalau pandemi yang sudah melanda Indonesia selama satu setengah tahun ini.