Cilacap, Gatra.com – Kabupaten Cilacap belum memiliki early warning system (EWS) atau sistem peringatan dini deteksi bencana banjir dan longsor meski menjadi wilayah dengan risiko tertinggi bencana alam di Provinsi Jawa Tengah dan urutan ke-17 di Indonesia.
Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap, Wijonardi mengakui di Cilacap pernah dipasang EWS longsor konvensional. Akan tetapi kondisinya sekarang sudah rusak karena seling atau kawat sensor gerakan tanah rusak.
“Kita belum punya early warning system, masalah banjir. Jadi bagaimana kita memiliki sistem peringatan dini. Kepada penduduk yang ada di lokasi kebiasaan banjir itu, agar mereka segera melakukan persiapan (evakuasi mandiri/penyelamatan barang berharga),” ucap dia, Kamis (9/9).
Diduga warga kerap terganggu karena alat mudah berbunyi akibat gerakan hewan atau penyebab lain yang memicu kawat seling bergerak dan menyebabkan bunyi berisik. Karena terganggu, lantas ada warga yang memotong kawat tersebut.
“Yang sudah terpasang yang menggunakan seling, dikasih pengeras, yang akhirnya membuat orang berisik, yang akhirnya dipotong kawatnya. Akhirnya tidak berfungsi,” ungkapnya.
Kata dia, saat ini BPBD baru memiliki prototip EWS longsor canggih yang berbasis komputer. Dia akan segera mengusulkan pengadaan EWS longsor dan banjir agar deteksi dini bencana bisa dilakukan untuk mencegah jatuhnya korban jiwa dan kerugian material lebih tinggi. Kata dia, EWS ini sangat penting karena risiko bencana di Kabupaten Cilacap sangat tinggi.
“ (EWS longsor) Juga belum. Kita baru diberi prototipenya,” ucap dia.
Wijonardi mengungkapkan, wilayah rawan longsor sebagaian besar berada di wilayah Cilacap barat utara yang merupakan pegunungan. Beberapa lainnya tersebar di Cilacap selatan dengan kontur perbukitan.
Adapun wilayah rawan banjir sebagian besar berada di kawasan pasang surut Laguna Segara Anakan, eks-Distrik Sidareja, Kawunganten, hingga wilayah Cilacap timur, seperti Kroya dan Adipala.