Merauke, Gatra.com- Pengembangan kebun sawit untuk rakyat Papua, diyakini menjadi solusi untuk mengeluarkan rakyat Papua dari kemiskinan. Hal serupa telah terjadi di di daerah-daerah sentra sawit di Sumatera dan Kalimantan.
Bupati Merauke telah meneken pembangunan kebun sawit pola Inti-Plasma dimana minimal 20 persen dari luas kebun inti diperuntukkan untuk kebun sawit masyarakat lokal. Langkah Bupati tersebut merupakan langkah tepat dan perlu didukung semua pihak.
Daerah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat) merupakan daerah tertinggal di Indonesia. Meskipun Papua memiliki tambang yang cukup besar, sektor tambang tidak bisa menjadi sumber pendapatan rakyat sehari-hari. Papua juga memiliki hutan sekitar 31 juta hektare, tetapi yang menikmatinya bukan rakyat Papua. Perlu dicari dan dikembangkan kegiatan ekonomi yang dapat menjadi sumber pendapatan dan sesuai dengan kondisi rakyat Papua.
Pengembangan kebun sawit, diyakini menjadi salah satu alternatif yang dapat menjadi sumber pendapatan rakyat Papua. Mengapa? Pertama, kebun sawit merupakan kegiatan yang relatif padat tenaga kerja, tidak terlalu menuntut keahlian seperti tanaman pangan dan perkebunan. Hal ini telah terbukti pada kebun-kebun sawit di Sumatera, Kalimantan dimana sekitar 50 persen tenaga kerja kebun sawit adalah berpendidikan Sekolah Dasar ke bawah. Kebutuhan tenaga kerja kebun sawit yang demikian sesuai dengan kondisi tenaga kerja di Papua.
Kedua, budaya kebun sawit lebih dekat dengan budaya masyarakat pedalaman yang masih dekat dengan budaya berburu atau memanfaatkan yang disediakan alam. Menanam dan memelihara kebun sawit tidak sesulit bertani padi atau sayuran yang bersiklus pendek, relatif padat input, padat keahlian. Setidaknya rakyat Papua lebih mudah mempelajari mengurus kebun sawit dari pada mengurus tanaman pangan.
Ketiga, sawit merupakan tanaman palma yang sudah lama dikenal masyarakat Papua yakni tanaman sagu. Oleh karena itu, dari segi sosial berkebun sawit tidak terlalu jauh dengan budaya masyarakat lokal.
Keempat, sistem penguasaan lahan di Papua umumnya bersifat komunal dimana lahan-lahan dikelola secara komunal oleh kelembagaan adat/suku. Untuk membangun kebun sawit, dapat dikembangkan kebun sawit komunal atau pola saham yang melibatkan kelembagaan adat/suku-suku yang ada.
Kelima, produksi dari kebun sawit berlangsung hingga umur tanaman 25 tahun, sehingga pendapatan terjamin setidaknya untuk 25 tahun ke depan. Kontinuitas sumber pendapatan ini sangat penting untuk membiayai kebutuhan keluarga.
Tentu saja, dalam pengembangan kebun-kebun sawit di Papua tetap menjaga pelestarian lingkungan. Oleh karena itu, pemerintah perlu menetapkan kawasan-kawasan hutan yang harus dipertahankan dan kawasan-kawasan yang diperuntukkan untuk kebun-kebun sawit.
Rakyat Papua berhak atas sumber pendapatan yang lebih baik dan mandiri seperti saudara-saudaranya di propinsi sentra sawit di Indonesia. Saatnya bumi Papua dibangun untuk kesejahteraan rakyat Papua. Pengalaman pengembangan kebun-kebun sawit di daerah-daerah pedalaman, pelosok, yang terisolir, tertinggal di Sumatera dan Kalimantan yang kini berubah menjadi pusat-pusat pertumbuhan baru dan membebaskan rakyat lokal dari kemiskinan, perlu ditularkan ke Papua.