Jakarta, Gatra.com - Kementerian Agama melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) meluncurkan program Sertifikasi Halal Gratis (Sehati) bagi pelaku Usaha Mikro Kecil (UMK) di tanah air.
“Saya menyambut baik dan mengapresiasi program ini. Dalam suasana pandemi saat ini ketika iklim usaha sedang menurun, kehadiran sertifikasi halal gratis bagi UMK menjadi oase yang membangkitkan harapan,” ujar Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, Rabu (08/09).
Dalam kesempatan itu, Menag turut menjelaskan tentang tiga kelebihan program Sehati ini. Pertama, Sehati merupakan bentuk kepedulian Kementerian Agama terhadap umat, tak hanya hanya terkait urusan agama sebagai core bisnisnya, melainkan juga soal keberlanjutan usaha bagi umatnya.
"Kedua, sasaran untuk UMK, menguatkan kepedulian Pemerintah bagi kebangkitan UMK dalam memperkuat fondasi perekonomian nasional. Kita menyadari dalam suasana pandemi ini banyak usaha yang gulung tikar, dan sertifikasi halal gratis ini menjadi salah satu terobosan untuk mengatasi kelesuan usaha," jelas Menag.
Terakhir, jelas Menag, dengan memiliki sertifikasi halal, produk UMK terbuka menembus pasar yang lebih luas. Pemerintah terus berupaya memperlancar akses penetrasi produk halal UMK ke pasar internasional melalui berbagai kerjasama.
Program Sehati diluncurkan mengingat sebagian besar pelaku UMK masih belum memiliki sertifikasi halal. Melalui sertifikasi halal gratis ini, diharapkan semakin banyak pelaku UMK yang dapat menembus pasar halal global.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Mastuki menambhakan bahwa Sehati merupakan program kolaboratif dan sinergi antara BPJPH dengan kementerian, lembaga, pemerintah daerah (pemda), instansi, dan pihak swasta. Tujuannya program Sehati sendiri untuk memfasilitasi pembiayaan sertifikasi halal secara gratis bagi pelaku UMK.
“Prioritas kepada UMK selain amanah PP Nomor 39 Tahun 2021 juga bertujuan untuk mendorong dan menggairahkan perekonomian nasional yang sebagian besar ditopang oleh pelaku UMK,” kata Mastuki.
Mastuki menyebutkan kenyataan bahwa selama ini banyak kementerian, lembaga, instansi, pemda, BUMN/D, maupun masyarakat yang menyediakan anggaran untuk fasilitasi sertifikasi halal bagi UMK. Tahun 2020 misalnya, Kemenag menyediakan anggaran Rp8 miliar untuk memfasilitasi sertifikat halal kepada 3.179 UMK. Di tahun yang sama, sedikitnya ada 36 dinas di pemda yang tercatat membantu UMK memperoleh sertifikat halal dengan pengajuan melalui BPJPH.
“Jumlah ini memang masih rendah jika dibandingkan dengan jumlah UMK yang memiliki produk wajib bersertifikat halal. Data yang kami peroleh, ada 13,5 juta pelaku UMK masuk kategori terkena kewajiban bersertifikat halal,” terangnya.
Atas pengalaman tersebut, tahun ini BPJPH berinisiasi kembali mengggandeng kementerian, lembaga, dan instansi yang memiliki anggaran/dana fasilitasi sertifikasi halal untuk UMK. Harapannya, fasilitasi berupa pembiayaan tersebut dapat tersalurkan dengan baik, sesuai sasaran, dan dapat dirasakan manfaatnya oleh sebanyak-banyak pelaku UMK.
Menurut Mastuki, sertifikat halal memiliki peranan penting untuk memastikan dan menjamin bahwa produk yang beredar dan dikonsumsi, digunakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat telah memenuhi standar halal.
“Melalui Program Sehati ini, BPJPH menetapkan bahwa pengajuan/pendaftaran, pemeriksaan atau audit produk, penetapan fatwa halal, sampai penerbitan sertifikat halal seluruhnya online-based pada Sihalal. Hal ini semata-mata untuk mempercepat proses dan mempermudah pelaku usaha mengakses sertifikasi halal dari mana saja mereka berada,” kata Mastuki.
Saat ini, lanjut Mastuki, pihaknya tengah berproses ke arah digitalisasi layanan. Layanan Sihalal saat ini juga telah terkoneksi dengan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS). Masih dalam progres, Sihalal juga dirancang untuk terintegrasi dengan Indonesian National Single Window (INSW).
“Sertifikat halal yang kami terbitkan saat ini telah berbentuk e-certificate dengan tanda tangan digital yang terhubung ke sistem Balai Sertifikasi Elektronik (BsrE), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), juga dirancang terintegrasi dengan aplikasi yang dimiliki Lembaga Pemeriksa Halal, serta aplikasi lain sebagai bagian dari ekosistem halal,” pungkasnya.