Jakarta, Gatra.com – Riset terbaru Sustainable Waste Indonesia (SWI) mengungkapkan bahwa skema ekonomi Sirkular cukup efektif dalam proses pengelolaan plastik bekas kemasan berbahan polyethylene terephthalate (PET). Berdasarkan riset SWI di wilayah Jabodetabek selama periode Maret – Agustus 2021, tingkat daur ulang atau recycling rate botol PET sebesar ±74%, galon PET 93%, dan gelas PP ±81%.
Direktur SWI, Dini Trisyanti mengatakan bahwa studi yang dilakukan SWI ini juga menemukan kebutuhan industri terhadap material PET masih sangat tinggi karena inovasi produk berbasis PET terus berkembang. "PET berpotensi tinggi menggantikan jenis material lain sehingga produk menjadi lebih terjangkau," ungkapnya dalam Konferensi Pers Virtual Hasil Riset SWI tentang Rantai Nilai Kemasan Daur Ulang PET, Rabu (8/9).
Merujuk data dari Kajian Daur Ulang Plastik dan Kertas dalam Negeri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2021, total konsumsi plastik nasional mencapai 5,63 juta ton/tahun. "Kebutuhan ini dipenuhi oleh post-consumer (sampah domestik), post-industrial, import scrap, atau virgin resin. Minimnya sumber bahan baku dalam negeri akan mendorong tingginya kandungan impor,” ungkap Dini.
Selain itu, jenis plastik PET juga berkontribusi besar dalam daur ulang, yaitu mencapai 30% hingga 48% dari total penghasilan para pengumpul sampah. Secara ekonomi, kontribusi PET di Jabodetabek mencapai setidaknya Rp700 juta per hari (total dari rantai pengumpul) dan lebih Rp1 miliar per hari (total dari rantai agregasi).
"Nilai ini melibatkan kurang lebih 57.500 lapangan kerja dan 1.370 usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM),” ujar Dini. Selain di daur ulang, survei juga menemukan bahwa galon PET dimanfaatkan kembali secara luas oleh masyarakat untuk berbagai keperluan rumah tangga dan mendukung bisnis di tingkat UMKM.
Dari empat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang disurvei selama periode penelitian, tidak ditemukan galon PET di timbunan (gunung) sampah karena sudah tersortir dan terkumpul oleh para pemulung. Selama periode penelitian, survei di 14 sungai juga menemukan adanya jaringan pengumpul daur ulang.
Mereka adalah lapak sungai dan bank sampah yang fokus pada sampah kemasan minuman ringan di perairan. Serta dengan menggunakan instrumen 'penangkap' sampah. Kualitas sampah yang telah masuk perairan ini masih dapat diterima oleh pendaur ulang dengan harga yang masih baik.