Jakarta, Gatra.com – Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) mencatat, pangsa minyak sawit terus mengalami peningkatan. Pada 1980, minyak sawit baru sekitar 28% dari konsumsi minyak nabati utama dunia. Jumlah itu naik menjadi 44% di tahun 2020.
“Sebaliknya, minyak kedelai yang tadinya 51% (1980) turun menjadi 31% pada 2020. Inilah yang memicu pertarungan minyak sawit dengan minyak nabati global sehingga ada kampanye-kampanye negatif melawan sawit,” ungkap Direktur Eksekutif PASPI, Tungkot Sipayung.
Menurut Tungkot, Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit dunia sejak 2006. Pada 2020, sekitar 58% minyak sawit dunia berasal dari Indonesia sehingga capaian itu perlu diapresiasi.
Tungkot menjelaskan, sebagian besar produksi minyak sawit Indonesia diekspor ke luar negeri. Bahkan, devisa hasil ekspor dari sawit tahun 2020 mencapai US$23 miliar.
“Harga minyak sawit itu selalu lebih kompetitif dibandingkan minyak kedelai, minyak rapeseed, dan minyak biji bunga matahari karena produktivitasnya yang tinggi. Jadi, minyak sawit bisa kita jual ke pasar internasional dengan harga yang lebih murah,” imbuhnya.
Tungkot menambahkan, hal itu turut menolong orang bependapatan rendah di seluruh dunia. Selain itu, harga sawit yang lebih murah juga berperan dalam mengerem kenaikan berlebihan dari minyak nabati lainnya.
“Kita bukan hanya memberikan minyak sawit ke dunia internasional, tapi dalam proses pengolahannya di negara importir justru menciptakan pendapatan yang cukup besar,” katanya.
Saat ini, pemerintah dan dunia usaha sedang mengembangkan minyak sawit menjadi bensin, diesel, gas, serta avtur yang berbahan sawit. Energi dari sawit tersebut juga dinilai lebih ramah lingkungan.