Jakarta, Gatra.com – Sehari jelang Konferensi Kepala Perpustakaan Nasional Dunia (Conference of Directors of National Libraries/CDNL), pimpinan perpustakaan nasional (Perpusnas) Jepang, Indonesia, dan Australia, melakukan pertemuan secara virtual pada Selasa (7/9).
Pertemuan tersebut membahas langkah-langkah yang dilakukan Perpusnas ketiga negara di atas dalam menyikapi tantangan, kekuatan, dan perjuangan dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Kepala Perpusnas Republik Indonesia (RI), Muhammad Syarif Bando, menyampaikan, sama seperti Jepang, Perpusnas RI juga banyak menerapkan akses pelayanan digital dalam menghadapi pandemi Covid-19.
"Perpustakaan Nasional [RI] saat ini sudah memiliki Indonesia OneSearch (IOS), Khastara, dan iPusnas,” kata Syarif Bando dalam pertemuan tersebut.
Bukan hanya itu, lanjut dia, Perpusnas RI juga membuat Coronapedia. Ini untuk memberikan informasi seputar Covid-19 yang dapat diakses masyarakat melalui aplikasi perpustakaan digital, iPusnas.
Untuk menyediakan informasi seputar Covid-19 pada Coronapedia, Perpusnas RI menggandeng Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Coronapedia juga menyampaikan informasi mengenai manfaat herbal.
“Indonesia adalah negara yang dikenal dengan tanaman herbal yang paling lengkap di dunia, sehingga beruntung rasanya, bisa memberikan informasi tentang tanaman herbal yang mungkin bisa menambah imun masyarakat,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Perpusnas Jepang (NDL), Motonobu Yoshinaga, mengungkapkan, pandemi Covid-19 mendorong pihaknya fokus untuk mengembangkan perpustakaan digital guna meyongsong era kehidupan baru (new normal).
Peningkatan layanan perpustakaan digital terus digenjok, terlebih lagi setelah pemerintah Jepang menyuntikkan dana untuk mendukung program tersebut, khususnya saat pandemi Covid-19.
“Kami membuat komitmen besar untuk menerapkan pengalihan digital NDL. Hasil dari upaya kami untuk melobi pemerintah, NDL menerima anggaran sekitar 6 miliar yen," ujarnya.
Dana sejumlah itu, lanjut Motonobu Yoshinaga, untuk mempromosikan digitalisasi. Pemerintah Jepang juga merevisi undang-undang hak cipta untuk mengakomodir digitalisasi perpustakaan dan layanan daring.
Adapun untuk manajemen risiko, penting untuk bersikap proaktif. Sebelum pandemi Covid-19, NDL telah mengembangkan rencana bisnis lanjutan sebagai manual tanggap bencana, termasuk gempa bumi dan wabah penyakit menular.
Namun, ketika pandemi Covid-19 mulai terjadi, NDL tidak bisa mengikuti manual tersebut sepenuhnya karena ketidakpastian informasi yang beredar dan situasi yang terus berkembang.
“National Diet Library mempersenjatai pustakawan dan tenaga pendukungnya dengan mendalami informasi terkait Covid-19 dengan baik, sehingga masyarakat dapat percaya dengan informasi yang disebarkan,” katanya.
Kepala Perpusnas Australia, Marie Louise Ayres, mengungkapkan, pada awal pandemi Covid-19, tantangannya sangat berat akibat ketidakjelasan kebijakan, yakni tidak sinkronnya kebijakan negara federal dengan pemerintah daerah.
Ia mengungkapkan, Perpusnas Australia di bawah kebijakan pemerintah federal yang memperbolehkan perpustakaan utuk tetap buka di saat pandemi. Sementara itu, pemerintah setempat meminta agar perpustakaan harus tutup. Ketidaksinkronan ini berlangsung pada lalu.
Selama pandemi Covid-19, kata Marie Louise, layanan tetap berjalan karena Perpusnas Australia telah menjadi perpustakaan digital yang menjangkau sekitar 30 juta orang melalui layanan daring setiap tahunnya.
“Apa yang paling berharga bagi kami adalah kami sudah menjadi perpustakaan digital yang sangat besar,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, optimistis bisa melayani masyarakat meskipun Perpusnas tutup. Sebab, menerapkan perpustakaan digital. Selain itu, populasi warganya relatif sedikit meskipun luas wilayahnya cukup luas. Pihaknya terus meyakinkan pemerintah agar meningkatkan investasi untuk memperbanyak perpustakaan digital.
Marie Louise mengungkapkan, Australia memiliki rencana bisnis lanjutan untuk kesiapan menghadapi bencana atau krisis. Ini berkaca dari 2 bencana yang melanda 2 tahun lalu.
Saat itu, lanjut dia, Perpusnas Australia menulis ulang dokumentasi, rencana, dan kerangka kerja yang memperhitungkan tingkat ketidakpastian tinggi, jika bencana terjadi lebih lama.
Sedangkan saat pandemi Covid-19 melanda, Perpusnas Australia mengembangkan koleksi dengan menghimpun berbagai laman yang dianggap penting terkait Covid-19, termasuk dari wilayah Asia.