Pekanbaru,Gatra.com- Mantan calon legislatif (caleg) Partai Amanat Nasional (PAN) di Riau, Said Usman Abdulah, menyarankan pengurus partai di daerah untuk tertib administrasi.
Menurut Said ada kesan partai berlogo matahari di daerah berbeda jalur dengan DPP PAN. Ia mencontohkan tentang aturan DPP yang mewajibkan caleg terpilih membayar kompensasi pada caleg peraih suara terbanyak kedua di setiap tingkat pemilihan.
"Jika tak menunjukan itu (tertib administrasi), maka ada kesan PAN tak padu antara pusat dan daerah. Kesan tidak solid tersebut tentu menjadi problem disaat Partai Ummat muncul," bebernya, Selasa (7/9).
Said mengatakan DPP PAN telah mengedarkan surat ke pengurus partai di daerah pada Agustus 2020. Surat tersebut memuat ketentuan tata cara kompensasi untuk caleg tidak terpilih hasil pemilu 2019.
Adapun ketentuan tersebut mengharuskan caleg terpilih DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota untuk memberi penghargaan kepada caleg lainya dalam satu daerah pemilihan, yang memperoleh minimal 10 persen dari total perolehan suara di daerah pemilihan. Besaran kompensasi bagi caleg yang memenuhi kategori tersebut adalah Rp15.000 kali jumlah suara untuk level provinsi,dan Rp20.000 kali jumlah suara untuk level kabupaten/kota.
Dalam aturan itu juga dibunyikan sanksi tegas terhadap caleg terpilih yang tak membayar kompensasi, yaitu pergantian antar waktu (PAW).Pembayaran dilakukan maksimal dua tahun usai dilantik sebagai anggota legislator.
Said sendiri ikut bersaing pada pemilihan legislatif DPRD Riau tahun 2019. Namun ia belum beruntung, dan berada di urutan kedua peraih suara terbanyak dibawah Ade Hartati. Merujuk aturan DPP PAN, Said mestinya menerima kompensasi senilai Rp127 juta pada Senin (6/9). Namun,hingga Senin malam dirinya tak kunjung menerima kompensasi tersebut.
"Ini bukan soal nilainya, tapi lebih kepada bagaimana kader menghargai aturan partai. Kalau ini tak terpenuhi tentu saja itu akan membuka riak-riak di internal partai, dan tentu ini tidak baik disaat soliditas PAN disorot ditengah munculnya Partai Ummat," tukasnya.
Sementara itu Sekretaris DPW PAN Provinsi Riau, Sahidin, mengungkapkan pihaknya akan meminta arahan lebih lanjut kepada DPP PAN soal penerapan aturan tersebut.
"Misalkan, apakah aturan kompensasi itu berlaku juga untuk seorang caleg yang sudah menyatakan pengunduran dirinya dari partai, atau ada ketentuan lain," tegasnya.
Terpisah, pengamat komunikasi politik Universitas Muhammadiyah Riau, Aidil Haris, menyarankan agar PAN memiliki komunikasi politik yang efektif jelang bergulirnya pemilu 2024. Tanpa kondisi tersebut maka PAN akan keteteran menghadapi pemilu.
"Kemunculan Partai Ummat efek politiknya tentu lebih mungkin dirasakan PAN. Nah, kalau ada pesan politik yang memicu riak-riak internal, dampaknya tentu akan dirasakan PAN, minimal kader bisa pindah haluan. Jadi PAN memang harus tanpak solid jelang 2024."