Home Gaya Hidup Mengintip Tradisi Cioko di Banyumas, Sembahyang Mengantar Arwah ke Akhirat

Mengintip Tradisi Cioko di Banyumas, Sembahyang Mengantar Arwah ke Akhirat

Banyumas, Gatra.com- Tradisi sembahyang rebutan atau cioko bagi warga keturunan Tionghoa di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah merupakan momentum yang ditunggu. Tradisi ini digelar setiap bulan ketujuh Tahun Imlek.

Di Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Boen Tek Bio Banyumas, tradisi yang berasal dari Tiongkok ini digelar Senin (6/9) atau hari ke 30 penanggalan Imlek. Sejak pukul 09.00 pagi, warga keturunan menyajikan beragam makanan lengkap dengan lauk pauknya untuk disajikan kepada para dewata serta arwah orang yang sudah meninggal.

Setelah memasang bendera hitam pada sebilah bambu utuh di depan klenteng, seorang lao tsu berdoa di meja sesaji khusus untuk penguasa akhirat. Hal ini menjadi tanda bahwa sembahyang ulambana telah dimulai.

Sejumlah umat menata beragam jajanan pasar, lauk pauk, nasi, daging, mie, tumpeng hingga minuman tersaji di meja tempat gelaran upacara King Hoo Ping. Sementara untuk kayu bakar, pohon padi, daun beringin, kukusan, suluh, serta air Sungai Serayu ditempatkan di bawah meja.

Sebagai wujud rasa syukur, warga keturunan juga menyumbangkan dua ekor babi yang ditempatkan di kanan dan kiri meja. Selain itu juga disiapkan kertas sembahyang, uang akhirat, pakaian yang terbuat dari kertas untuk bekal arwah menyeberang ke akhirat.

"Sembahyang rebutan itu bertujuan untuk menghormati arwah umum. Kalau Cheng Beng di bulan April itu untuk arwah leluhur. Setiap makanan yang dikirimkan mengandung maksud atau simbol, contohnya mie, yang menyimbolkan panjang umur, kebahagiaan yang tidak putus," jelas Humas TITD Boen Tek Bio, Sobita Nanda.

Uniknya, kata Sobita, klenteng ini juga menghormati arwah orang-orang dari suku Jawa. Bagi penghayat kepercayaan kejawen, mereka juga bisa berdoa di altar yang sudah disediakan di sisi kanan pintu masuk klenteng. Altar itu berupa tampah berisi sajian jajanan pasar.

Tak hanya menggelar sesaji, warga keturunan bersama masyarakat lintas agama membagikan 1.500 paket sembako kepada warga kurang mampu di sekitar Kecamatan Banyumas. Tahun ini, pembagian disalurkan melalui perangkat desa yang datang ke klenteng.

Menjelang tengah hari, umat Tri Dharma berkumpul memulai upacara. Memohon ijin kepada penguasa akhirat Kong Co Siti Garba untuk mengijinkan para arwah hadir di meja King Hoo Ping untuk menikmati sajian.

Setelah sajian dinikmati oleh arwah yang didoakan, kata Sobita, sekira pukul 14.00 umat mulai membakar kertas sembahyang, uang akhirat serta beberapa sajian disaksikan oleh seluruh umat yang hadir. Kali ini, terdapat dua keluarga yang khusus membakar rumah, kertas sembahyang, kendaraan dari kertas dan uang akhirat untuk bekal bagi keluarganya yang sudah meninggal.

"Selanjutnya ada sembahyang chao du atau penyeberangan arwah atau pengiriman barang-barang kebutuhan untuk arwah. Koper-koper yang berisi alat rumah tangga dari kayu dan kertas dibakar," tutur Sobita.

Dia menjelaskan, sembahyang rebutan ini tidak hanya mendoakan arwah leluhur, tapi juga arwah orang lain yang masih bergentayangan di bumi karena tidak lagi didoakan atau tidak mendapat perhatian keluarga yang masih hidup.

Menurutnya, masyarakat Tionghoa mempercayai kehidupan di alam baka sama seperti alam fana. Oleh karena itu, prosesi ini menjadi perantara bagi para leluhur agar tenang di alam yang berbeda.

"Jadi di sana (akhirat) ada kendaraan, sopir ada rumah dan sebagainya. Jadi kami pun mengirimkan peralatan ke alam baka. Koper itu isinya perkakas dapur dan ada uang juga," ujarnya.

Penata acara sembahyang rebutan, Lili menuturkan, sesaji yang disajikan dalam upacara ini harus sesuai dengan tradisi masa lalu. Setelah seluruh rangkaian upacara selesai, bendera hitam kembali diturunkan.

"Setelah selesai upacara atau sudah dinikmati oleh arwah yang datang, baru dilanjutkan sembahyang bakar sesajian untuk arwah secara umum," tuturnya.

2517