Padang, Gatra.com – Beberapa pekan terakhir, mencuat beragam kasus yang menyeret nama Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Mahyeldi. Kasus tersebut mulai dari mobil dinas, pelantikan pejabat, hingga kasus surat sumbangan. Kemudian berimbas kepada aktivitas jurnalistik di lapangan.
Diketahui, pada Selasa (31/8) yang lalu, sejumlah wartawan mendapat perlakuan tidak mengenakkan dari ajudan Gubernur Sumbar. Ajudan bernama Dedi tersebut mengancam wartawan agar tidak mempertanyakan kasus mobil dan surat sumbangan kepada gubernur bersangkutan.
"Wartawan tanya soal mobil dan surat, saya cut. Bapak [Mahyeldi] tak suka itu," kata Haikal, jurnalis katasumbar menirukan ancaman ajudan gubernur Sumbar itu, Minggu (5/9).
Peristiwa ajudan melarang wartawan menanyakan soal kasus-kasus yang menyeret nama gubernur Sumbar dengan nada ancaman itu, terjadi di area parkiran DPRD Sumbar. Padahal, pertanyaan yang akan diajukan sejumlah wartawan untuk menyempurnakan hasil produk jurnalistik.
Terkait pelarangan itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Padang, mengecam keras sikap ajudan Gubernur Sumbar tersebut. Kecaman itu dilayangkan, karena ajudan gubernur Sumbar dinilai telah menghambat dan mendikte aktivitas tugas peliputan jurnalistik di lapangan.
Ketua AJI Padang, Aidil Ichlas, menegaskan, kebijakan atau sikap Gubernur Sumbar untuk berkomentar atau pun bungkam memang haknya sebagai narasumber. Namun dikte yang dilakukan ajudan dengan mengatur-ngatur jurnalis ialah pelanggaran serius UU Pers No. 40 Tahun 1999.
Menurut Aidil, persoalan yang ditanyakan dan tidak ditanyakan jurnalis, merupakan bagian dari ptoritas ruang redaksi. Jika pihak luar redaksi mengatur-atur, sama halnya mencampuri independensi ruang redaksi, sehingga telah berpotensi melanggar Pasal 18 ayat 1 UU Pers.
"Dikte yang dilakukan bawahannya, mengatur-atur apa yang ditanyakan jurnalis kepada narasumber, adalah pelanggaran serius UU Pers No. 40 Tahun 1999," tegas Aidil.
menurut Aidil, tindakan penghalang-halangan oleh ajudan mempertontonkan penggerusan ekosistem demokrasi di Sumbar. Maka itu, AJI meminta Gubernur Sumbar menegur bawahannya, dan memastikan penghalangan terhadap jurnalis yang sedang bertugas tidak terulang. Apalagi, jurnalis dalam tugas peliputan dilindungi undang-undang.
Selain AJI, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Padang juga ikut mengecam sikap ajudan pribadi Mahyeldi itu. Baginya, tindakan ajudan bernama Dedi tersebut telah mencederai kemerdekaan pers, dan melanggar HAM, sebab telah membatasi hak atas penerimaan informasi yang diatur dalam UU 1945.
Direktur LBH Pers Padang, Aulia Rizal, menyebutkan, sikap ajudan maupun staf Gubernur Sumbar menghalang-halangi wartawan menjalankan tugas jurnalistik telah terjadi berulang-ulang dalam dua pekan terakhir. Temuan itu berdasarkan laporan dari berbagai media massa di Kota Padang.
"Sikap ajudan mengintervensi jurnalis itu melanggar Pasal 28 F UU 1945, dan Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 39 Tahun 1999. Lalu, Pasal 18 UU Pers No. 40 Tahun 1999. Ancamannya maksimal dua tahun penjara, atau denda maksimal Rp500 juta," tegasnya. Terkait hal ini, Gatra.com masih berupaya meminta tanggapan pihak terkait.