Jakarta, Gatra.com – Silk Road International Library Alliance (SRILA) untuk kali pertamanya menggelar konferensi secara virtual pada tahun 2021. Konferensi tersebut bertajuk "Creating a New Future for the Community of Common Destiny for Libraries of the Belt and Road Countries".
Wakil Kepala Perpustakaan Nasional Tiongkok (NLC), Chen Ying, dalam keterangan tertulis yang diterima pada Jumat (3/9), menyampaikan, pembangunan aliansi perpustakaan negara-negara jalur sutera dapat dilakukan dengan tiga upaya.
Pertama, ungkap Chen Ying, mengoptimalkan mekanisme yang ada dan memperkuat konsensus. Hal ini dilakukan dengan memperbanyak instansi yang berkontribusi pada perkembangan SRILA, membentuk wadah untuk pertukaran profesional antaranggota aliansi, dan memperbanyak kesempatan pertemuan tatap muka antara anggota aliansi.
Kedua, lanjut dia, memperkuat citra asosiasi dan mempromosikan kerja sama, seperti membentuk perpustakaan digital jalur sutera dengan mekanisme, data disediakan oleh anggota aliansi dan diolah metadatanya oleh NLC.
"Selain itu, penyelenggaraan seminar untuk pustakawan, kerja sama pengembangan sumber literatur terkait jalur sutera, dan pameran terkait literatur jalur sutera,” katanya.
Adapun upaya ketiga atau terakhir, yakni memperkuat kerja sama di bidang digital dan mempromosikan transformasi. Menurut Chen, Presiden Tiongkok, Xi Jinping, berpesan bahwa negaranya harus mengembangkan dan memperkuat kerja sama dalam bidang ekonomi digital, kecerdasan buatan, nano teknologi, komputer kuantum, dan mempromosikan pengembangan big data, cloud computing dan smart city, serta membangun jalur sutera digital pada abad ke-21.
Terkait hal itu, pemerintah Tiongkok pada awal 2020 lalu mendukung NLC untuk membentuk sistem pintar perpustakaan nasional yang terdiri dari 30 perpustakaan berskala besar dan sedang di negara tersebut.
Kepala Perpusnas Republik Indonesia, Muhammad Syarif Bando, mendorong pelaksanaan jalur sutera sebagai jalan penyebaran ilmu pengetahuan dunia. Menurutnya, Indonesia merupakan wilayah penghasil rempah-rempah yang memasok pasar di seluruh dunia.
Adapun komoditas yang dihasilkan Indonesia kala itu, ungkap Syarif Bando, di antaranya cengkih, lada, jahe, kayu manis, dan pala, sehingga rute atau jalur perdagangan maritim dikenal juga sebagai jalur rempah.
Menurutnya, kala itu rempah-rempah merupakan komoditas penting, khususnya di wilayah Eropa untuk bumbu masak dan mengawetkan daging pada musim dingin.
“Daya terik rempah memicu bangsa Eropa berlayar menemukan pulau rempah,” kata Syarif Bando saat menyampaikan pidatonya secara virtual.
Ia mengungkapkan, jejak sejarah mengenai rempah-rempah jumlahnya relatif cukup banyak didokumentasikan oleh Perpusnas. Koleksi tentang rempah di antaranya ada 7 gambar atau foto, 13 artikel majalah langka, 4 surat kabar internasional langka, dan 232 judul buku.
Perpusnas RI juga telah mendokumentasikan koleksi masa lampau ?dan dapat diakses secara daring melalui laman Khastara. Laman ini berisi koleksi naskah kuno, buku langka, peta, foto, gambar, lukisan, majalah, dan surat kabar langka.
SRILA merupakan wadah atau organisasi perpustakaan nasional (Perpusnas) dari berbagai negara. Organisasi tersebut lahir setelah Tiongkok berupaya menghidupkan kembali jalur sutera yang sempat menghubungkan wilayah timur dan barat untuk perdagangan selama ratusan tahun silam serta interaksi budaya, agama, pertukaran pengetahuan hingga teknologi antara Asia dan Eropa.
Tiongkok berinisiatif menghidupkan kembali jalur sutera, baik jalur darat maupun laut atau maritim. Jalur maritim ini menghubungkan Tiongkok, Asia Tenggara, India, Afrika, semenanjung Arab, hingga Eropa. Indonesia sebagai negara penghasil rempah-rempah, menjadi bagian penting dalam jalur tersebut, yakni menjadi pusat perdagangan pada jalur sutera maritim. Sementara Tiongkok menjadi pusat rute kedua jalur tersebut.
Tiongkok berupaya menghidupkan jalur tersebut melalui kerja sama antara perpustakaan nasional negara-negara yang terletak di jalur sutera. Ini dimulai pada 28 Mei 2018 lalu dengan membentuk SRILA.
SRILA beridiri setelah perwakilan Perpusnas dari16 negara, yakni Bangladesh, Belarus, Brunei Darussalam, Bulgaria, Kazakhstan, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Qatar, Singapura, Sri Lanka, Thailand, Tiongkok, Tunisia, Uzbekistan, dan Vietnam berkumpul di Chengdu, Tiongkok.
Kini, organisasi nirlaba, terbuka, inklusif dengan prinsip saling belajar dan menguntungkan untuk mewujudkan perdamaian tersebut, anggotanya sudah mencapai 37 lembaga, terdiri 4 perpustakaan di Tiongkok dan 33 perpustakaan negara-negara di jalur sutera.
Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Tiongkok selaku pelopor organisasi tersebut, menyelenggarakan berbagai kegiatan terkait kerja sama tersebut, di antaranya forum akademis, seminar, kunjungan, dan pelatihan.