Jakarta, Gatra.com – Komisi Yudisial (KY) menyikapi beberapa dalil yang diajukan Burhanuddin selaku pemohon uji materil Pasal 13 huruf a UU KY di Mahkamah Konstitusi (MK).
Juru Bicara KY, Miko Ginting, di Jakarta, Jumat (3/8), menyampaikan, pemohon melalui kuasa hukumnya mendalikan bahwa Mahkamah Agung (MA) dan KY merupakan organ utama (main organ), sementara KY merupakan organ penunjang (auxiliary organ).
Selain itu, lanjut Miko, pemohon juga mendalikan soal frasa dalam “dan hakim adhoc” pada Pasal 13 huruf a UU KY bertentangan dengan Pasal 24B Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Atas dalil tersebut, KY bersikap bahwa dalil pemohon terkait KY sebagai organ penunjang sedangkan MA dan MK merupakan organ utama dalam kekuasaan kehakiman tidak memiliki relevansi langsung, baik secara konsep maupun teoritik dengan permohonan uji materi ini.
Anggota KY bidang SDM, Advokasi, Hukum, Penelitian, dan Pengembangan, Binziad Kadafi, menyampaikan, pemohon bahkan tidak dapat menguraikan secara terperinci apa yang dimaksud dengan organ utama dan organ penunjang, serta kaitannya dengan materi pengujian norma ini.
"Namun, yang pasti sangat terkait dengan materi pengujian ini adalah bahwa standar internasional menyatakan seleksi hakim berhubungan erat dengan derajat independensi dan imparsialitas dari hakim," ujarnya.
Ia lantas memberikan contoh yakni Basic Principles on the Independence of the Judiciary angka 2 dan angka 10, menyatakan bahwa terhadap seleksi hakim harus dibuat suatu perisai untuk melindunginya dari tujuan-tujuan yang tidak patut.
"KY didesain untuk menjalankan mandat itu, yaitu bertindak sebagai organ yang mandiri dan terpisah dari organisasi pengadilan untuk melakukan seleksi terhadap Calon Hakim Adhoc di MA,” katanya.
Binziad melanjutkan, pemaknaan terhadap main organ dan supporting organ tidak dapat dilakukan secara ajeg dan sempit, melainkan berdasarkan fungsi. Dalam fungsi memeriksa dan mengadili perkara, MA merupakan main organ sedangkan KY merupakan supporting organ.
"Namun, dalam fungsi pengawasan dan seleksi hakim, KY merupakan main organ sedangkan MA merupakan supporting organ,” lanjut Komisioner yang bertindak sebagai representasi KY dalam perkara tersebut.
Dalam sidang perkara uji materi ini, KY juga menghadirkan dua ahli, yakni Maruarar Siahaan selaku pakar hukum tata negara, mantan hakim, dan Hakim Konstitusi periode 2003-2008 serta Zainal Arifin Mochtar selaku pakar hukum tata negara dan Kepala Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (FH UGM).
Kedua ahli dari dua prospektif hukum tersebut kemudian mengelaborasi lebih mendalam soal pasal yang dipersoalkan pemohon. Maruarar Siahaan menyapaikan, secara konseptual, pengertian main organ dan axuliary organ berkembang serta tidak dapat diartikan secara limitatif dan statis.
“Kedua posisi ini tergantung pada tugas pokok. Dalam bidang pelaksanaan peradilan, yaitu memeriksa dan memutus perkara, main organ dalam kekuasaan kehakiman adalah MA dan MK. Sementara itu, dalam hal seleksi hakim, main organ adalah KY,” ujar Maruarar.
Ia melanjutkan, terlepas dari perdebatan mengenai tepat atau tidaknya konsep checks and balances di antara lembaga yang sifatnya main organ dengan supporting organ, tetapi kebutuhan akan pengawasan eksternal, dalam hal ini KY, adalah latar belakang yang secara kontekstual penting dalam menafsirkan rumusan konsepsi yang terdapat dalam Pasal 24B Ayat (1) UUD 1945.
Sementara itu, Zainal Arifin Mochtar menyatakan bahwa penyebutan KY sebagai supporting organ tidak ada di norma UUD. Namun, Putusan MK (judicial adjudication) yang menyatakan hal itu.
Menurutnya, sekalipun dinyatakan demikian, bukan berarti hal itu berarti tidak ada kewenangan. Bahkan frasa “wewenang lain” dalam Pasal 24B UUD 1945 terkait kewenangan KY tidak limitatif karena mencakup semua usulan-usulan dalam pembahasan mengenai pembentukan KY pada saat amandemen Konstitusi.
"Usulan-usulan ini berupa urgensi pembentukan KY yang ciri utamanya adalah menyelenggarakan seleksi dan pengangkatan hakim,” katanya.
Zainal lebih lanjut menyampaikan, hal ini bukan memperlebar (ekstensifikasi) kewenangan KY, melainkan mengintesifikasikan semangat pembentukan KY sebagai sebuah perwujudan constitutional importance.
"Ditambah lagi, pemaknaan terhadap konsep supporting organ sehingga dengan demikian KY tidak memiliki kewenangan terlalu menyederhanakan dan tidak tepat," ujarnya.
Menurutnya, konsep main organ dan supporting organ sudah sangat jauh berkembang dan seharusnya diletakkan secara tepat berdasarkan fungsi. Dalam fungsi peradilan, MA dan MK merupakan main organ dalam kekuasaan kehakiman sedangkan KY merupakan supporting organ.
"Namun, dalam pelaksanaan fungsi pengawasan dan seleksi hakim, KY merupakan main organ. Dengan demikian, KY memiliki kewenangan sekaligus main organ dalam melakukan seleksi terhadap hakim, terutama hakim adhoc di MA,” katanya.