Jakarta, Gatra.com- Ketimpangan akses pendidikan masih terjadi di Indonesia. Kesenjangannya pun juga semakin meluas ketika kita diharapkan kondisi pandemi Covid-19. Segala aktivitas yang menjadi berbasis digital tidak didukung akses internet maupun infrastruktur yang beberapa pelosok tanah air, apalagi wilayah Terdepan, Terluar, Tertinggal (3T).
Hal ini yang menggagas Putera Sampoerna Foundation melalui School Development Outreach (SDO) melakukan program dalam pengembangan kualitas pendidikan di tanah air. Dimana fokus utamanya adalah menjangkau tenaga pendidikan, lewat Lighthouse Schol Program (LSP), Teacher Learning Center (TLC) dan Guru Binar.
Head of Program Putera Sampoerna Foundation, School Development Outreach, Juliana mengatakan bahwa hadirnya SDO sebagai respon akan kebutuhan layanan pendidikan di Indonesia. "Kualitas pendidikan tidak harus mahal, tapi bagaimana masyarakat saat itu mendapat kualitas baik tanpa mahal," katanya kepada Gatra beberapa waktu lalu.
Namun, menurut Juliana, fokus SDO memang menekankan pada aspek sumber daya manusia pendidikan, dalam hal ini guru atau pengajar serta kepala sekolah. "Misi kami berbagai akses kualitas pendidikan di Indonesia. Guru ujung tombak, kembangkan guru dan kepsek sebagai leader dari semua, ketika tahu bagus tidak (sekolah-red) dari kepsek," ia menegaskan.
Sebagai informasi, Lighthouse School Program Lighthouse School Program merupakan program peningkatan kualitas sekolah secara holistik dan intensif untuk mewujudkan sistem manajemen sekolah akuntabel. Dengan didukung oleh guru-guru berkualitas yang menitikberatkan pada STEM (Science, Technology, Engineering, & Mathematics) & Bahasa Inggris dengan menerapkan praktek terbaik pembelajaran internasional.
Dalam program ini, proses intervensi selama tiga tahun dimana targetnya mempersiapkan sekolah menjadi sekolah model yang berkualitas dengan mencapai atau melampaui Standar Nasional Pendidikan (SNP). "Tidak hanya ingin STEM dan karakter, tapi keterampilan berpikir, asessment nasional. Bagaimana keterampilan berpikir kritis dan nalar," tegas Juliana.
Program kedua adalah Teacher Learning Center sebagai organisasi belajar mandiri yang struktural dan sistematis. Dimana dijalankan oleh guru terpilih dibawah pengawasan pemerintah daerah yang dikembangkan sebagai solusi untuk menyikapi keterbatasan
akses guru dalam mendapatkan layanan pengembangan profesi.
Dengan filosofi "Dari Guru, Oleh Guru dan Untuk Guru". Menurut Juliana, Teacher Learning Center berperan sebagai motor dalam mempercepat perkembangan kompetensi guru di suatu daerah.
"TLC dibangun akses pelatihan tidak ikutan tren, tapi melihat kebutuhan. Survei analisas kebutuhan, buat modul bagaimana delivery ilmu, sistem tata kelola yang mereka bina. Tidak hanya fasilitator pelatihan tapi manajerial skill," ungkap Juliana.
Serta TLC ini memungkinkan peserta belajar kapan saja dan dimana saja secara daring. Untuk program TLC semacam memilih training of traineer dimana dilakukan seleksi sistem.
"Karena kami anggap cari berlian di tengah jerami. Mereka isi survei, Focus Group Discussion , mengupload fortopolio dan bikin video," jelas Juliana.
Menurut dia, banyak peserta berguguran. Dari rata-rata ribuan aplikasi yang masuk, yanv lulus hanya di kisaran kurang dari 50 guru. "Guru diseleksi akan bina, mereka cukup modal jadi guru penggerak' ujarnya.
Terakhir adalah Guru Binar, yakni program pengembangan karir guru melalui pelatihan dan beragam pengembangan profesionalisme yang holistik, terintegrasi dan sistematis. Tujuannya untuk meningkatkan akses pelatihan guru, melalui pelatihan yang terstruktur, terukur, sesuai dengan kebutuhan.
Juliana mengatakan bahwa Guru Binar menargetkan bisa diakses oleh 4 juta guru di Indonesia. Menurutnya, ini adalah digitalisasi aksesibilitas dengan harapan semua bisa mengakses.
Adapun fasilitator SDO ada 25 orang, dengan spesialisasi masing-masing seperti matematika, pedagogi, bahasa inggris dan lainnya. "Mereka tidak hanya pelatihan saja, tapi buat program," ujar Juliana. Saat ini, pelatihan lewat mobile application ini telah diunduh sebanyak 25 ribu.
Sementara itu, penerima manfaat dari program-program SDO hingga tahun 2021 telah mencapai 27 lebih Provinsi di Indonesia, 192 Sekolah dan 56.000 lebih Guru. Serta lebih dari 416.109 Siswa, 109.56 Orang tua dan 65 lebih Donor.