Jakarta, Gatra.com - Director Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira angkat bicara terkait maraknya kasus pinjaman online (pinjol) yang semakin meresahkan masyarakat. Dirinya pun menilai terdapat sejumlah langkah yang dapat diambil untuk mengakhiri permasalahan ini.
“Kemarin misalnya ada usulan fatwa pinjol diharamkan. Tapi saya melihat bukan sekadar fatwa ini, tapi di dalam fatwa itu harus spesifik misalnya bahwa semua penawaran fintech yang dilakukan dari SMS.” ungkapnya pada webinar daring Generasi Muda Pembangunan Indonesia (GMPI), Rabu (1/09).
Lantas, Bhima menjelaskan bahwa Fintech yang legal terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak akan melakukan penawaran melalui pesan singkat atau SMS. Jika ada penawaran melalui SMS, sudah dapat dipastikan itu merupakan pinjol ilegal.
“Itu haram hukumnya. Kita mendukung ke situ.” tambah Bhima.
Selain itu, Bhima menilai bahwa fatwa semacam itu dapat menjadi bahan sosialisasi mengingat jumlah penduduk muslim di Indonesia yang besar. Sehingga jika masyarakat mengetahui tentang fatwa tersebut, kemudian hal itu dapat menjadi sarana edukasi yang bagus untuk terhindar dari jeratan pinjol ilegal.
“Bahkan nanti sampai ke masjid-masjid, ke komunitas muslim, sehingga ada semacam tekanan, diingatkan bahwa jangan sampai terjebak dengan pinjaman online yang ilegal. Masih banyak alternatif pembiayaan lainnya yang legal dan dilindungi oleh regulasi.” ujar Bhima.
Bhima turut menyinggung tentang lubang regulasi yang menyebabkan proses hukum pelaku pinjol ilegal memakan waktu yang panjang. Dia pun setuju bahwa saat ini perlu dibuat Undang-undang terkait fintech.
“Atau Omnibus Law di sektor keuangan sehingga ada pasal bahwa pinjol ilegal, dari mulai debt collector, pemilik perusahaan dan semua orang yang bekerja di fintech ilegal itu akan diberikan sanksi pidana,” katanya.
Kemudian, Bhima menilai bahwa nantinya perlu ada pemberian sanksi pidana maksimal bagi para pelaku pinjol ilegal guna memberikan efek jera. Selain itu, Bhima turut mendorong agar adanya kerja sama internasional mengingat pelaku pinjol ilegal banyak yang memanfaatkan server di luar negeri untuk mengoperasikan situsnya.
"Harus ada kerja sama internasional, mungkin bentuknya seperti ekstradisi. Jadi kalau sudah ketahuan pelakunya, langsung kontak dengan negara itu untuk dibawa ke Indonesia, diadili menurut hukum yang ada di indonesia." jelasnya.
Untuk memberangus pinjol, menururt Bhima, juga perlu sistem deteksi dini. Lantaran situs pinjol selalu muncul kembali meski berulang kali telah diblokir. Maka itu, Bhima mengusulkan agar anggaran untuk menindak pinjol ilegal, baik di OJK atau di kementerian lain dinaikkan.
“Sehingga kita punya basis data yang bagus, karena sekarang eranya kecerdasan buatan harusnya kita bisa mendeteksi lebih cepat.” pungkasnya.