Jakarta, Gatra.com – Seorang pria berinisial MS yang mengaku sebagai karyawan di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengklaim bahwa dirinya mendapat perundungan dan perlakuan tak senonoh dari rekan kerjanya di kantor tersebut selama rentang waktu 2012-2019.
Perundungan dan perlakuan tak senonoh tersebut meliputi makian bernuansa SARA, pemukulan, hingga pelecehan seksual seperti menelanjangi korban, mencoret buah zakar korban dengan spidol, lalu memfotonya.
“Sejak awal saya kerja di KPI Pusat pada 2011, sudah tak terhitung berapa kali mereka melecehkan, memukul, memaki, dan merundung tanpa bisa saya lawan. Saya sendiri dan mereka banyak. Perendahan martabat saya dilakukan terus menerus dan berulang ulang sehingga saya tertekan dan hancur pelan-pelan,” ujar korban dalam keterangan persnya pada Rabu, (1/9/2021).
Korban menuding terdapat tujuh terduga pelaku yang merundung dan melecehkannya. Ketujuh pelaku tersebut diduga berasal dari divisi humas dan visual data KPI Pusat.
“Tahun 2015, mereka beramai ramai memegangi kepala, tangan, kaki, menelanjangi, memiting, melecehkan saya dengan MENCORAT CORET BUAH ZAKAR SAYA MEMAKAI SPIDOL. Kejadian itu membuat saya trauma dan kehilangan kestabilan emosi. Kok bisa pelecehan jahat macam begini terjadi di KPI Pusat? Sindikat macam apa pelakunya? Bahkan mereka mendokumentasikan kelamin saya dan membuat saya tak berdaya melawan mereka setelah tragedi itu. Semoga foto telanjang saya tidak disebar dan diperjualbelikan di situs online,” tutur korban.
Korban mengaku mendapatkan efek buruk dari segi fisik dan segi mental atas perundungan dan pelecehan tersebut. Dalam keterangannya, ia mengaku menderita Hipersekresi Cairan Lambung yang diakibatkan oleh trauma dan stres. Selain itu, ia juga didiagnosa menderita Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau Stres Pasca Trauma.
Pada Agustus 2017, korban sempat mengadukan persoalan ini kepada Komnas HAM. Komnas HAM menyimpulkan apa yang dialami oleh korban sebagai kejahatan atau tindak pidana. Komnas HAM kemudian menyarankan korban untuk membuat laporan kepolisian.
Dalam rilis persnya pada hari ini, (1/9/2021), Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, membenarkan bahwa korban pernah mengadu ke Komnas HAM melalui surel pada tahun 2017 silam. Ia pun membenarkan bahwa Komnas Ham menyarankan korban untuk mengadu ke polisi.
Lebih lanjut lagi Beka mengatakan bahwa Komnas HAM akan menangani kasus tersebut apabila korban mengadu lagi setelah ada perkembangan penanganan kasus dari piahk kepolisian atau pihak lain.
Beka juga mengatakan bahwa Komnas Ham telah berkoordiansi dengan komisioner KPI untuk penyelesaian kasus ini. “Semoga kasus ini segera terang, ketemu solusinya dan korban dipulihkan,” harap Beka.
Dua tahun kemudian, pada 2019, korban memberanikan diri untuk melapor ke kepolisian. Ia melapor ke Polsek Gambir. Hanya saja korban tak puas dengan respons pihak kepolisian yang waktu itu hanya menyarankan untuk mengadukan masalah ini ke atasan kantor.
Korban pun kemudian melaporkan permasalahan ini ke atasannya di tahun yang sama. Saat dihubungi oleh Gatra.com sore tadi, (1/9/2021), korban menolak menerangkan atasan siapa yang dimaksud, termasuk posisi jabatannya di kantor.
“Akhirnya saya mengadukan para pelaku ke atasan sambil menangis, saya ceritakan semua pelecehan dan penindasan yang saya alami. Pengaduan ini berbuah dengan dipindahkannya saya ke ruangan lain yang dianggap ‘ditempati oleh orang orang yang lembut dan tak kasar,’” ujar korban.
“Sejak pengaduan itu, para pelaku mencibir saya sebagai manusia lemah dan si pengadu. Tapi mereka sama sekali tak disanksi dan akhirnya masih menindas saya dengan kalimat lebih kotor. Bahkan pernah tas saya di lempar keluar ruangan, kursi saya dikeluarkan dan ditulisi ‘Bangku ini tidak ada orangnya’. Perundungan itu terjadi selama bertahun tahun dan lingkungan kerja seolah tidak kaget. Para pelaku sama sekali tak tersentuh,” imbuh korban.
Pada tahun 2020, korban kembali melaporkan kasus ini ke Polsek Gambir. Namun, lagi-lagi, korban kecewa dengan respons polisi saat itu. "Begini saja pak, mana nomor orang yang melecehkan bapak, biar saya telepon orangnya,” ujar korban menirukan seorang petugas polisi tersebut.
Saat dihubungi Gatra.com sore tadi, ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menyatakan bahwa dengan beredarnya isu ini, KPI Pusat hendak melakukan rapat internal mendadak guna menginvestigasi lebih dalam situasi yang terjadi di kantornya itu. “Bahkan bila perlu saya akan mendampingi korban untuk mengadu ke polisi kalau memang verifikasinya benar, ya. Nanti saya akan mendampingi korban ke polisi,” ujar Agung.
Setelah rapat internal selesai selepas petang ini, KPI Pusat pun mengeluarkan rilis pers. Dari rilis pers yang Gatra.com terima, terdapat lima poin yang dikemukakan oleh KPI pusat:
1. turut prihatin dan tidak mentoleransi segala bentuk pelecehan seksual, perundungan atau bullying terhadap siapapun dan dalam bentuk apapun;
2. melakukan langkah-langkah investigasi internal, dengan meminta penjelasan kepada kedua belah pihak;
3. mendukung aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus tersebut sesuai ketentuan yang berlaku;
4. memberikan perlindungan, pendampingan hukum dan pemulihan secara psikologi terhadap korban, dan;
5. menindak tegas pelaku apabila terbukti melakukan tindak kekerasan seksual dan perundungan (bullying) terhadap korban, sesuai hukum yang berlaku.