Palembang, Gatra.com – Intensitas curah hujan tinggi di puncak musim kemarau, menghapus kekhawatiran terjadinya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Sumatera Selatan (Sumsel).
Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Karhutla Wilayah Sumatera (PPIKHL) Wilayah Sumatera, Ferdian Krisnanto kepada gatra.com mengatakan, setidaknya 1200 hektar (Ha) lahan terbakar sepanjang Januari-Juli 2021.
“Nah, kita sangat bersyukur, karena merujuk dari hasil perkiraan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) puncak musim kering tahun jatuh pada Agustus hingga September. Sementara kondisi alam di Sumsel, masih diguyur hujan,” kata Ferdian.
Ia menjelaskan, cuaca kemarau basah berkontribusi untuk menekan penyebaran titik panas yang sangat diantisipasi, mengingat di tengah wabah Covid-19 menjadi ancaman tersendiri jika terjadinya Karhutla yang memicu bencana asap.
“Dua/tiga bulan lalu kami sangat mengkhawatirkan jika Karhutla bakal mengulang peristiwa tahun 2019 lalu, tim juga terus kita terjunkan untuk berpatroli terutama di kawasan yang menjadi langganan Karhutla,” jelasnya.
Masih kata Ferdian, perubahan iklim yang tidak menentu tentu menjadi tantangan tersendiri. Oleh karenanya, meski intensitas curah hujan cukup tinggi pihaknya tetap mewaspadai kemungkinan musim kering melanda di tahun ini.
“Kita berdoa saja, mengingat situasi saat ini Indonesia sedang menghadapi wabah pandemi (Covid-19) sehingga jangan sampai konsentrasi terpecah sehingga memprpuruk keadaan,” katanya.
Ferdian menceritakan, di masa pandemi Covid-19 penanganan Karhutla melibatkan banyak pihak termasuk perusahaan pemilik konsesi di Sumsel, membantu pembiayaan untuk memodifikasi cuaca dengan menyemai garam serta penyiraman (water bombing) terhadap daerah terbakar.
"Sebagaimana diketahui, refokusing anggaran menyebabkan dana untuk penanganan Karhutla dikurangi Rp7 miliar. Angka ini untuk wilayah Sumatera. Artinya memang, tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah," tandasnya.