Home Ekonomi Soal RUU KUP, Pelaku UMKM Merana jika Pajak di Taraf 1%

Soal RUU KUP, Pelaku UMKM Merana jika Pajak di Taraf 1%

Jakarta, Gatra.com – Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang terus bergulir, mendapat sorotan dari Kolaborasi Nasional Usaha Kecil dan Menengah (Komnas UKM). Di dalam RUU KUP, yang menjadi persoalan adalah pajak penghasilan minimum tercantum 1%, ini membuat UMKM menjerit. 

 

Apalagi, menurut Ketua Umum Jaringan Usahawan Independen Indonesia (JUSINDO), Sutrisno Iwantono, pihaknya selaku jaringan UMKM, tidak pernah dapat undangan untuk berbicara dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di DPR RI. 

 

"Asosiasi tidak pernah diundang, jadi kita tidak tahu, asosiasi kecil ini kan tidak diundang, jadi kita tidak tahu [alasannya pajak naik hingga 1%]. Kalau alasan [yang lain] mungkin ya mau mencari penerimaan yang lebih banyak, tetapi kalau penerimaan di UMKM kan enggak banyak-banyak banget," ucap Sutrisno dalam webinar Kolaborasi Nasional Usaha Kecil dan Menengah (Komnas UKM), Jakarta, Selasa (31/8). 

 

"Kalaupun dipajaki juga tidak akan signifikan tetapi dampak membunuhnya [ke UMKM] besar. Mestinya kan diluaskan kepada sektor-sektor lain yang memang seharusnya dipajaki, terutama sektor-sektor yang merusak lingkungan, kalau UMKM dipajaki kan jadinya yang memungut pajaknya apa yang diperoleh tidak seimbang dengan yang didapat, hasilnya tidak banyak tetapi dampaknya bisa kolaps," ungkapnya.  

 

Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Muhammad Ikhsan Ingratubun, mengkritisi kebijakan pemerintah mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tak berpihak pada UMKM. 

 

"Sejak PSBB terus dilaksanakan lagi PPKM darurat terus PPKM level 4 lalu level 3 itu semua tidak menguntungkan bagi UMKM. Jadi kunci keberhasilan UMKM adalah iklim usaha yang sehat, iklim usaha itu apa? Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah itu sendiri," ujarnya. 

 

Meski Ikhsan tak tahu persis, namun ia berkaca pada data pada Juli 2020 dari Kamar Dagang Indonesia (Kadin) yang menyebut 30 juta UMKM mengalami kebangkrutan. Hal itu tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menurut Ikhsan tidak memihak pada UMKM. 

 

"Nah, lalu berapa yang kolaps? Tidak ada yang tahu persis, tetapi kalau saya mengacu teman-teman di Kadin, pada saat 20 Juli 2020, itu merilis 30 juta UMKM itu bangkrut. Nah, pada saat bulan 11 tahun 2020, karena sudah mulai menurun, itu mulai bangkit tetapi Januari dan Februari [2021] dikenakan lagi yang namanya PPKM darurat, ya turun lagi," tuturnya. 

 

Menurutnya, UMKM ada yang bisa bertahan tetapi jumlahnya enggak banyak. "Kalau mungkin ada yang sempat ke Bali, itu habis semua, industri-industri pariwisata udah enggak ada yang bergerak. Udah sepi, berapa ratus ribu itu UMKM di sana bangkrut," tambahnya.

 

150