Yogyakarta, Gatra.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli disanksi ringan berupa potong gaji pokok karena pelanggaran kode etik. Padahal ia bisa diancam hukuman pidana maksimal lima tahun penjara.
Hal itu disampaikan peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, saat merespons sanksi untuk Lili yang berhubungan dengan pihak beperkara di KPK.
"Perbuatan ini tidak hanya melanggar kode etik, tetapi merupakan perbuatan pidana," papar dia dalam pernyataan tertulis yang diterima Gatra.com, Selasa (31/8).
Perbuatan pidana itu diatur dalam pasal 36 UU Nomor 30 Tahun 2002 jo UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Pasal ini melarang pimpinan KPK berhubungan dengan pihak berperkara dengan alasan apapun.
Adapun menurut pasal 65 UU KPK, pelanggaran atas ketentuan tersebut diancam pidana maksimal 5 tahun penjara. Zaenur berharap ada pihak masyarakat yang melaporkan dugaan pelanggaran pasal 36 UU KPK itu agar Lili diproses secara pidana.
"Mengapa berhubungan dengan pihak berperkara menjadi perbuatan terlarang di KPK? Karena dapat menjadi pintu masuk jual beli perkara atau pemerasan oleh insan KPK," katanya.
Ia mencontohkan dengan kasus eks penyidik KPK Suparman atau eks penyidik KPK Robin. Karena tindakan itu, perkara juga menjadi rawan bocor kepada pihak luar jika ada hubungan antara insan KPK dengan pihak berperkara. "Sehingga KPK akan sulit menangani perkara tersebut, bahkan perkara bisa berujung gagal ditangani," ujarnya.
Ia menyebut, sanksi potong gaji pokok untuk Lili amat ringan. "Gaji pokok hanya sekitar Rp4,6 juta, sedangkan THP (take home pay) per bulan sekitar 89 juta. Jadi potongan gaji pokok tidak banyak berpengaruh terhadap pengahasilan bulanan," ujarnya.
Menurutnya, perbuatan Lili pelanggaran berat kode etik KPK. Hal ini diatur dalam pasal 4 ayat (2) Huruf b dan a Peraturan Dewan Pengawas Nomor 02 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Namun Dewas hanya menjatuhkan sanksi berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40% selama 12 bulan. "Lili seharusnya mendapat sanksi yang layak dan tepat yakni diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK," kata Zaenur.
Hal ini diatur dalam pasal 10 ayat 4 huruf b Perdewas Nomor 02 Tahun 2020. "Lili tidak pantas lagi menjabat sebagai pimpinan KPK karena telah menyalahgunakan kewenangan yakni berhubungan dengan pihak berperkara," ucapnya.
Putusan lembek oleh Dewas KPK ini bisa berakibat buruk bagi KPK. Pertama, akan semakin menggerus kepercayaan publik terhadap KPK. Kedua, putusan lembek oleh Dewas ini menunjukkan sikap permisif dan toleran di internal KPK.
"Ke depan insan KPK tidak akan terlalu takut lagi melakukan pelanggaran, karena Dewas tidak keras terhadap pelanggaran," kata dia.