Jakarta, Gatra.com - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana mengatakan setiap tahunnya mereka menerima kurang lebih 1.000 sampai 1.200 kasus dari pengaduan masyarakat. Dari kasus-kasus tersebut, yang paling banyak itu adalah kasus perburuhan dan yang berkaitan dengan pelanggaran hak-hak buruk di tempat kerja.
"Dan di situasi pandemi COVID ini, situasinya juga tidak jauh berbeda. Catatan akhir tahun kami di tahun 2020, itu juga menemukan data, mengungkap fakta, ini hanya yang masuk ke LBH Jakarta ya, kasus tertinggi juga kasus buruh," sambungnya, via Zoom dalam webinar bertajuk "Laporan Pemantauan Pelanggaran Hak Buruh di Jabodetabek: Buruh Dicekik Pandemik", yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube Jakarta Legal Aid pada Sabtu, (28/8).
Arif menilai dalam kondisi pandemi COVID-19 ini memang buruh menjadi kelompok yang rentan dan mungkin yang paling rentan. Di mana bukan hanya yang berada di sektor formal, tetapi juga di sektor informal.
Ia mengatakan dalam penelitian mereka, Kementerian Ketegakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) mencatat dalam kurun waktu tahun 2020, terdapat 29,4 juta buruh yang terdampak akibat pandemi virus corona. "Ini baru buruhnya, belum bagaimana dengan anggota keluarganya," ucap Arif.
Sementara itu ia menyebut pandemi COVID-19 ini memang memberikan dampak yang luar biasa ke berbagai sektor kehidupan bangsa ini. Tidak hanya di Indonesia, tapi juga di berbagai negara di dunia. Dan yang paling terlihat, mungkin selain di sektor pendidikan dan kesehatan, juga sektor ekonomi.
"Kita berupaya untuk mengadvokasi hak-hak buruh, jangan sampai buruh yang kemudian sudah sulit ya di masa pandemi ini, justru kemudian semakin sulit karena terjadi berbagai pelanggaran hak-hak normatif, mungkin terjadi PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) sewenang-wenang, K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang bermasalah dan ini justru makin menambah resiko dan juga penderitaan dari buruh. Termasuk bagaimana kebijakan-kebijakan yang lahir dari pemerintah seperti halnya misalkan THR (Tunjangan Hari Raya) dan lain sebagainya, itu justru semakin membebani kondisi buruh yang hari-hari ini tercekik dan justru semakin sulit," tutur Arif.
"Apalagi kita tau pandemi COVID ini, pemerintah justru banyak melahirkan kebijakan-kebijakan yang justru memberikan afirmasi bukan pada kelompok rentan. Tapi justru malah pada pemilik modal," imbuhnya.