Jakarta, Gatra.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) membahas tentang banyaknya permasalahan yang terjadi pada industri perunggasan di tanah air. Terkait hal ini, KPPU turut mencari langkah-langkah perbaikan yang dapat dilakukan dari perspektif persaingan usaha dan ekonomi politik.
Untuk diketahui, sejumlah organisasi peternak unggas mandiri meminta Presiden RI Joko Widodo segera mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) yang dapat melindungi usaha para peternak dari kebangkrutan.
Saat ini banyak para peternak mandiri mengeluhkan mengalami kerugian bahkan kebangkrutan. Hal ini tak lepas dari faktor persaingan yang harus mereka hadapi dengan sejumlah perusahaan integrator berskala besar.
Anggota KPPU Ukay Karyadi, yang menyampaikan bahwa KPPU selama ini sudah turut berupaya memperbaiki industri perunggasan sesuai dengan kewenanganannya.
“KPPU terus melakukan pengawasan terhadap perilaku pelaku usaha di industri perunggasan dan memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah sebagai upaya menyehatkan iklim usaha pada industri tersebut,” jelasnya dalam diskusi secara virtual, Jumat (27/08).
Ukay mengungkapkan bahwa saat ini memang faktanya di lapangan terdapat persaingan yang tak imbang dari pelaku usaha yang levelnya berbeda. Tidak ada akses yang sama dalam memperoleh input, sehingga perlu untuk melakukan pembenahan di hulu industri unggas ini.
Dalam kesempatan yang sama, pendiri Tri Grup, Tri Hardiyanto, menyampaikan peran Pemerintah dalam industri unggas ini dapat berupa penegakan regulasi yang berkeadilan baik untuk pelaku usaha besar maupun menengah dan kecil.
“Selain itu juga perlu adanya kepastian tersedianya bahan baku pakan utama unggas, yaitu jagung, secara berkelanjutan dengan harga yang dapat mendukung dan mengefisienkan produksi peternak misalnya melalui kebijakan buka tutup kran impor jagung.” ungkapnya.
Adapun Guru Besar FEM IPB, Prof. Dr. Didin S. Damanhuri mengungkapkan bahwa produk kebutuhan pangan sebagian besar memiliki struktur oligopoli. Harga pakan dan produk akhir di Indonesia ini cukup tinggi di Asia. Tidak hanya pakan dan pangan, bahkan juga untuk pupuk. Mengenai politik perekonomian nasional, Indonesia berada dalam ekosistem oligopolistik termasuk industri unggas.
“Oleh karena itu, KPPU sangat strategis dalam menyehatkan struktur pasar yaitu dengan melakukan pengelompokan pelaku usaha,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menyampaikan beberapa rekomendasi bagi Pemerintah, salah satunya adalah pengembangan alternatif pakan unggas selain jagung dan dapat diproduksi masal.
“Rekomendasi lain yang dapat kami sampaikan antara lain penyediaan DOC yang berkualitas berdasarkan keseimbangan permintaan akhir, peningkatan konsumsi unggas nasional, serta peningkatan daya saing produk unggas ini sendiri,” jelasnya.
Dari pihak pemerintah, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan RI Oke Nurwan mengungkapkan bahwa instrumen yang dimiliki Kementerian Perdagangan tidak cukup memadai untuk menjalankan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2020.
Lebih lanjut, Oke menuturkan Kemendag telah mengeluarkan Surat Edaran bagi pelaku usaha untuk dapat mematuhi Permendag 7/2020 tersebut. Lebih lanjut, Oke menyampaikan di industri perunggasan belum ada mekanisme badan penyerapan.
“Sementara data yang kami dapatkan dari Kementerian Pertanian bahwa produksi jagung nasional mencukupi, hanya tersedianya di luar wilayah industri peternakan. Kemudian Kemendag mengusulkan dalam rakornis terkait jagung, agar tetap mengutamakan penyerapan dalam negeri bukan importasi,” pungkasnya.