Home Hukum OmnibusLaw Watch Desak Menkeu Optimalkan Pengelolaan Aset Kasus BLBI

OmnibusLaw Watch Desak Menkeu Optimalkan Pengelolaan Aset Kasus BLBI

Jakarta, Gatra.com – OmnibusLaw Watch mendesak Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengerahkan jajarannya untuk memaksimalkan pengelolaan berbagai aset hasil sitaan negara secara maksimal, termasuk dari kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Kami mendesak agar ibu Menkeu mewujudkan nasihat baik pada penggalan video pendek tersebut supaya bisa dipercaya publik bahwa sesungguhnya Menkeu injak bumi terkait tupoksinya, bukan sekedar pernyataan semata," kata Moch Gunawan Abdillah, Direktur Eksekutif OmnibusLaw Watch, pada Jumat (27/8).

Gunawan menyampaikan desakan tersebut menanggapi pernyataan Sri Mulyani melalui video pendek yang beredar bahwa aset di Indonesia itu tidak dikelola secara maksimal bahkan dalam kondisi "tidur".

Dalam video pendek tersebut Sri menyampaikan, "Saya pernah tinggal di Amerika cukup lama. Terus saya lihat, ini orang kalau di negara maju itu seperti apasih, kayaknya makan paginya sama, kita makan pagi, sekolah juga sama, enggak lebih pinter dari kita, negaranya sama aja. Kenapa kok dia bisa disebut negara maju dan kita negara berkembang? Kalau saya perhatiin, sistemnya adalah mereka itu asetnya kerja keras, orangnya kerja biasa-biasa aja. Kalau di Republik kita, orang kerja keras banget, asetnya 'tidur-tidur' aja."

Gunawan sangat setuju dengan pernyataan Sri Mulyani, khususnya jika dikaitkan dengan tata kelola aset sitaan negara dari kejahatan, seperti aset-aset BLBI maupun sitaan dari kejahatan lainnya.

Menurut Gunawan, pihaknya melakukan analisis terhadap kinerja Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) terkait aset yang disita oleh negara dari berbagai kejahatan, termasuk terkait kejahatan BLBI.

Analisa tersebut, lanjut dia, untuk menjawab apakah aset-aset yang berada dalam lingkup kewenanagan DJKN itu benar pengelolaan aset hasil sitaan tersebut tidak maksial bahkan cederung tidur.

Gunawan mengaku, pihaknya tidak terpengaruh dengan apa yang sedang dilakukan oleh Satuan Tugas (Satgas) sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI untuk menagih dari 48 obligator BLBI.

"Sebab, justru hal itu menunjukkan yang diungkap Menkeu terbukti belum dijalankan anak buahnya padahal puluhan tahun aset itu terbengkalai," ujarnya.

Gunawan mengungkapkan, banyak aset yang ditata kelola oleh DJKN, namun sayang tidak terkelola maksimal. Ia kemudian memberikan salah satu contoh aset yang sudah disita, yakni jaminan atas kewajiban pembayaran utang PT Putra Surya Perkasa milik keluarga Gondokusumo terkait uang negara sebesar Rp1,6 triliun dan US$17,3 juta.

DJKN sebagai pengelola Barang Milik Negara (BMN), menyita tanah di dua desa, yakni Singasari dan Cibodas, Kecamatan Jonggol, berupa tanah seluas 245,7 hektare dan 265 hektare di Desa Tangkil, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

"Namun sampai hari ini, justru DJKN yang kerja keras tanpa ada hasil kepada negara. Sementara lahan itu dibiarkan terlantar bahkan menjadi cenderung timbulkan masalah baru. Itu anomali, seakan hendak menyimpangi pernyataan Menkeu," ujarnya.

Padahal, lanju Gunawan, ada beberapa pihak swasta yang berupaya untuk menjadikan BMN itu untuk bisa kerja keras agar menguntungkan negara seperti harapan Menkeu.

OmnibusLaw Watch menyatakan, saat ini bukan saatnya lagi negara berada pada level hanya sekadar menagih seperti yang dilakukan Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI terhadap 48 obligator BLBI yang salah satunya Hutomo Mandala Putra.

"Disayangkan jikalau negara ditempatkan hanya sekedar menjadi penagih, bukan menjadi penata kelola aset yang baik dan benar," ujarnya.

Perihal pengelolaan aset-aset sitaan negara terkait berbagai tindak kejahatan termasuk BLBI, kata Gunawan, OmnibusLaw Watch telah melayangkan surat terbuka kepada Menkeu Sri Mulyani tertanggal 26 Agustus 2021.

129