Jakarta, Gatra.com – Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Anto Prabowo, mengungkapkan bahwa OJK mengeluarkan sejumlah kebijakan yang dibutuhkan pelaku industri jasa keuangan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional sekaligus tetap menjaga stabilitas sistem keuangan.
Anto menyebutkan bahwa OJK mengeluarkan tiga POJK pada 19 Agustus 2021 lalu, yakni POJK No. 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum, POJK No. 13/POJK.03/2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum, dan POJK No. 14/POJK.03/2021 tentang Perubahan POJK No. 34/POJK.03/2018 tentang Penilaian Kembali Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan.
“POJK tersebut diterbitkan untuk menyesuaikan kebutuhan seiring kondisi dinamika global, perubahan landscape dan ekosistem perbankan. Hal ini juga untuk menjawab tantangan dan tuntutan pesatnya perkembangan teknologi informasi, sehingga diperlukan penerapan pola pengaturan berbasis prinsip (principle based) agar peraturan dapat lebih fleksibel (agile) dan mengantisipasi perubahan ke depan (forward looking) serta menjadi acuan yang menjaga kesinambungan operasi industri perbankan.” jelas Anto dalam keterangan resminya, Kamis (26/8).
Lebih lanjut, Anto menuturkan bahwa profil risiko lembaga jasa keuangan pada Juli 2021 masih relatif terjaga dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 3,35% (NPL net: 1,09%), dan rasio NPF Perusahaan Pembiayaan Juni 2021 turun pada 3,95%. Selain itu, Posisi Devisa Neto Juli 2021 sebesar 1,89% atau jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20%.
“Likuiditas industri perbankan sampai saat ini masih berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per Juli 2021 terpantau masing-masing pada level 149,32% dan 32,51%, di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.” ujarnya.
Selain itu, Anto menyebutkan bahwa permodalan lembaga jasa keuangan turut masih pada level yang memadai. Capital Adequacy Ratio industri perbankan tercatat sebesar 24,67%, jauh di atas threshold Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing tercatat sebesar 653,74% dan 346,73%,
“Jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%. Begitupun gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 1,99 kali, jauh di bawah batas maksimum 10 kali.” ujarnya.