Home Teknologi Euforia Aplikasi di Pemda hanya Perlombaan

Euforia Aplikasi di Pemda hanya Perlombaan

Pekanbaru,Gatra.com - Era digital yang kini diarungi telah mendorong pemerintahan daerah (Pemda) untuk ikut melakukan penyesuaian. 

Pengamat ekonomi digital Dadang Syarief, menyebut dorongan tersebut justru lebih mengarah pada perlombaan menghadirkan aplikasi, alih-alih mengerek kualitas hidup masyarakat tempatan atau tingkat efesiensi instansi. 

"Kesannya seperti itu, semacam ada perlombaan sebatas saya juga punya aplikasi. Itu seolah-olah menjadi indikator adanya digitalisasi di kantor pemda. Padahal output yang diharapkan bukan seberapa banyak aplikasi yang diciptakan, tapi apa efek yang ditimbulkan baik bagi pola kerja maupun taraf hidup," katanya melalui sambungan seluler di Pekanbaru, Kamis (25/8). 

Akademisi Politeknik Caltex Riau (PCR) ini mencontohkan slogan Smart City yang ada diperkotaan. 

Dadang menyebut slogan tersebut umumnya direspon oleh instansi daerah untuk menghadirkan aplikasi. Padahal, jika setiap instansi berupaya mengorbitkan aplikasi, maka perangkat lunak tersebut rentan mengalami irisan  antar aplikasi. 

"Kalau alurnya semacam itu, bisa jadi aplikasi kehadiran pegawai yang seharusnya domain Badan Kepegawaian Daerah (BKD), juga diorbitkan instansi lain. Bisa juga aplikasi yang telah diorbitkan untuk pelayanan publik oleh instansi, ternyata  belum terlihat menciptakan perubahan di tengah masyarakat, lantaran publik bingung dengan banyaknya aplikasi. Jadi setiap daerah memang membikin roadmap digital agar terarah," paparnya.

Disinggung mengenai ekosistem startup di Riau, Dadang menyebut hal tersebut masih memiliki segudang persoalan. 

Ia mencontohkan kesenjangan infrastruktur telekomunikasi antar wilayah perkotaan dan pinggiran, yang juga terjadi di sejumlah wilayah lainya di Indonesia. Begitu juga soal digital mindset penduduk yang ikut menentukan penerimaan akan aplikasi. 

"Yang paling berpengaruh itu sebenarnya digital mindset, karena bukan perkara mudah merubah kebiasaan orang yang telah nyaman dengan cara lama. Apalagi jika solusi baru tersebut menuntut transparansi baik jam kerja maupun penggunaan barang dan jasa, atau bahkan pengurangan tenaga kerja," ujarnya.

209