Karanganyar, Gatra.com - Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Karanganyar mencatat tingginya kasus perkawinan anak selama masa pandemi Covid-19. Kebanyakan pernikahan itu terjadi karena mempelai wanita hamil duluan.
Panitera Pengadilan Agama Karanganyar, Sukiyanto mengatakan, setiap hari masuk permohonan dispensasi menikah. Rata-rata calon mempelai pria dan wanita berusia di bawah 19 tahun, sehingga membutuhkan putusan pengadilan agama agar diizinkan berumah tangga secara sah.
Berdasarkan UU Perkawinan No 16/2019, usia sah menikah untuk pria dan wanita adalah 19 tahun. UU tersebut merevisi UU No 1 tahun 1974, dimana batas minimal usia pernikahan adalah 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki.
"Yang mengajukan dispensasi menikah banyak. Tiap hari ada pengajuan. Bahkan calon mempelai ada yang berusia 15 dan 16 tahun. Ini masih sangat muda. Alasannya klasik. Sudah hamil duluan," katanya kepada Gatra.com, Rabu (25/8).
Produk putusan Pengadilan Agama terkait dispensasi menikah menjadi syarat sah permohonan akad nikah ke Kemenag. Saat di PA, biasanya pasangan tersebut diantar orangtuanya. Kemudian menyatakan kesanggupan berumah tangga.
PA Karanganyar mencatat dispensasi nikah diberikannya untuk 25 kasus pada Januari, 21 kasus pada Februari, 28 kasus pada Maret, 14 kasus pada April, 19 kasus pada Mei, 42 kasus pada Juni, 7 kasus pada Juli dan 25 kasus pada Agustus hingga tanggal 25. Total dari awal tahun sampai sekarang sebanyak 181 dispensasi menikah.
"Dengan jumlah penduduk 900 ribu jiwa di Karanganyar. Angka dispensasi menikah sampai segitu termasuk tinggi," katanya.
Ia menyebut kasus pernikahan dini banyak dilatarbelakangi salah pergaulan sehingga menyebabkan remaja perempuan hamil.
Masih terkait kasus tersebut, seorang pelajar kelas IX di sebuah SMP negeri di Karanganyar berinisial AI melahirkan bayi perempuan. Pihak sekolah mengaku dilematis dengan hal itu.
Selama masa pandemi Covid-19, pengajar di sekolah hanya memantau peserta didik secara daring. Interaksinya dengan pihak sekolah juga sangat terbatas.
Anggota Komisi D DPRD Karanganyar Endang Muryani mengaku prihatin dengan kasus tersebut. Ia meminta semua pihak mengambil pembelajarannya. Terutama bagi orangtua, pendidik, pemerintah dan masyarakat luas.
"Bukan semata-mata itu (pelajar melahirkan) akibat pembelajaran daring. Mungkin juga kurang pengawasan orangtua dan sekolah. Pakai gadget bukan buat belajar tapi mengakses konten tak senonoh," katanya.
Mengenai aturan pembelajaran daring, hal itu sudah menjadi langkah paling solutif untuk menjaga anak dari penularan Covid-19. Kini tinggal memformulasikan cara membangun karakter generasi muda di luar kelas.