Home Hukum Lawan Hasil Survei dengan Meme, Pakar: Terkesan Anti-Kritik

Lawan Hasil Survei dengan Meme, Pakar: Terkesan Anti-Kritik

Jakarta, Gatra.com – Belakangan ini media sosial milik kejaksaan di seluruh Indonesia ramai mengunggah meme bertulisan "Corruptors Fight Back" alias koruptor melawan balik. Meme itu muncul pascapenilaian negatif masyarakat terhadap kinerja Kejaksaan.

 

Menanggapi aksi Kejaksaan tersebut, pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar, mengatakan bahwa fungsi Kejaksaan adalah melakukan pra-penuntutan, pemeriksaan tambahan, penuntutan, dan melaksanakan perintah hakim serta putusan pengadilan, bukan malah membuat meme. 

 

"Seharusnya Kejaksaan menggunakannya untuk memberikan informasi dalam rangka crime prevention, bukan untuk mengklaim perkara yang belum berkekuatan hukum tetap," ujar Fickar kepada wartawan, di Jakarta,  Selasa (24/8).

 

Fickar pun mengingatkan bahwa salah satu fungsi meme adalah untuk menyebarluaskan informasi positif. Jadi Kejaksaan seharusnya membuat meme untuk kegiatan sosialisasi atau crime prevention, bukan mengklaim kinerjanya atas perkara yang belum berkekuatan hukum tetap. 

 

"Kejaksaan itu tugasnya melakukan penegakan hukum. Bukan membuat meme. Walaupun terkadang meme bisa digunakan untuk penyebarluasan informasi, karena itu jika Kejaksaan harus membuat meme maka buatlah meme tentang sosialisasi penegakan hukum atau perkara-perkara yang sudah inkracht sebagai laporan ringan kepada masyarakat atas kinerjanya," kata dia. 

 

Fickar menyebut siapa pun termasuk Kejaksaan tidak bisa menghindari kritik, sepanjang kritiknya terhadap kinerja di bidang tugasnya. "Seharusnya justru Kejaksaan harus berterima kasih dan tidak terkesan antikritik," ujarnya.

 

Menurutnya, jika meme itu dimaksudkan sebagai pembelaan, maka Kejaksaan seharusnya bekerja sesuai fungsinya untuk mendukung tugas penuntutannya. "Bukan justru membuat meme aneh seperti itu dan mengklaim rakyat di belakang mereka," ujarnya.

 

Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengatakan bahwa kinerja Kejaksaan Agung telah ternodai dengan kasus mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari. "Apapun alasannya bahwa dalam survei itu juga yang paling menonjol adalah penurunan kinerja Kejaksaan Agung karena perkara Pinangki," ujar Boyamin.

 

Menurutnya, dalam penanganan kasus tersebut, masyarakat menganggap Kejaksaan tidak adil. Ia pun memberikan saran agar ke depannya Jaksa Agung ST Burhanuddin dapat mengoordinir anggotanya untuk meningkatkan kinerjanya.

 

"Inilah yang sebenarnya harus segera dibenahi oleh Kejaksaan Agung, dan saya pun mendesak presiden untuk mencopot Jaksa Agung karena menjadikan kasus Pinangki ini berlarut-larut dan menjadikan menjatuhkan kepercayaan masyarakat," kata dia. 

 

Terkait dengan meme yang dibuat Kejaksaan Agung, Boyamin menganggap itu adalah hal yang lucu. Karena seharusnya, Kejaksaan dalam mengambil kepercayaan masyarakat dengan menunjukkan hasil kerjanya dan menegakkan keadilan.

 

"Ini sebenarnya harus ditunjukkan dengan kinerja dan enggak usah membuat meme-meme begitu, malah lucu jadinya. Tidak perlu promosi, promosinya Kejaksaan itu ya dengan kerja-kerja pemberantasan korupsi, kerja-kerja keadilan," katanya. 

 

Diketahui, Kejaksaan Republik Indonesia adalah sebagai penjaga undang-undang serta melaksanakan perintah hakim dan putusan pengadilan. 

 

Menurut pengamat Kejaksaan Fajar Tri, tugas kejaksaan adalah sebagai penjaga undang-undang serta melaksanakan perintah hakim serta putusan pengadilan. Tidak ada satupun tupoksi kejaksaan yang menyebutkan perannya memproduksi meme.

 

"Seperti kita tahu, meme sejatinya adalah suatu ungkapan emosi [senang, sedih, marah], bisa juga suatu maksud, diungkapkan berbentuk tulisan, saat ini di sertakan pada media visual, misalnya gambar yang dianggap mewakili perasaan dan maksud tersebut," kata Fajar.

 

"Seseorang yang menciptakan meme komik umumnya melebay-lebay-kan ungkapan perasaan dan maksud yang terkandung di dalamnya. Kejaksaan plis jangan lebay," pungkasnya.

 

Sebagaimana diketahui, dalam survei terbaru dua lembaga yakni KedaiKOPI dan SMRC, lembaga Kejagung mendapatkan banyak sorotan. Bahkan citra Kejaksaan dinilai negatif di mata publik.

 

Mulai dari pemilihan jaksa yang tidak bersih dari KKN, buruknya sistem pengawasan internal yang berlaku di lingkungan Kejaksaan. Kemudian, ketimpangan penegakan hukum, praktik suap, hingga keraguan publik soal penyitaan aset tersangka Jiwasraya dan Asabri tidak berjalan baik.

 

236