Home Hukum Konflik Lahan di Riau, Emak-emak Menjerit Minta Tolong Presiden

Konflik Lahan di Riau, Emak-emak Menjerit Minta Tolong Presiden

Kampar, Gatra.com - Puluhan emak-emak di Kabupaten Kampar, Riau, terpaksa harus bermalam di kebun mereka. Hal itu menyusul konflik antar warga dan PT Nusa Wana Raya (NWR) disana. Mereka khawatir terkait nasib kebun sawit mereka digadang-gadang masuk dalam kawasan HTI milik perusahaan, yang bergerak di bidang tanaman akasia tersebut.

Dalam video yang beredar di media sosial yang diterima Gatra.com, Senin (23/8), para emak-emak itu menjerit histeris dan bahkan menyebut-nyebut nama Presiden Joko Widodo. Mereka meminta pertolongan agar kebun mereka tak digusur.

"Tolonglah kami pak Jokowi, kebun kami mau digusur mau makan apa kami pak. Tolonglah kami," ujar salah seorang emak-emak didalam video itu.

Bahkan saking takutnya emak-emak itu mendirikan tenda seadanya dan bermalam di kebun milik mereka. Bahkan, ada yang bermalam hingga 4 hingga 5 hari lamanya.

Saat di konfirmasi Kepala Dusun (Kadus) Sei Belanti Desa Rantau Kasih, Al Qadri Syam mengatakan, warga itu memang sengaja menginap diareal kebun lantaran khawatir adanya alat berat milik PT NWR, yang membuka lahan di wilayah tersebut sejak sebulan yang lalu. Bahkan belakangan justru mendekati kebun milik warga. 

"Warga itu ingin memastikan agar alat berat milik PT NWR tidak masuk ke areal kebun milik warga. Apalagi ada isu yang beredar kalau kebun warga berada di dalam HGU milik perusahaan," ujarnya saat dihubungi Gatra.com, Selasa (24/8).
Kadus menjelaskan, mayoritas warga yang menginap adalah kaum ibu-ibu. Sebab jika para suami yang menjaga kebun tersebut dikhawatirkan memicu bentrok fisik dengan pihak perusahaan.

Awalnya perusahaan berjanji hanya membersihkan semak belukar. Tetapi belakangan, alat berat malah mendekat ke pemukiman warga.

Menurut Al Qadri, perkampungan itu merupakan hasil relokasi warga dari sekitar bantaran Sungai Kampar Kiri sejak tahun 2000 silam. Sementara permukiman di bantaran sungai adalah perkampungan tua.

Pemerintah Kabupaten Kampar memindahkan sekitar 180 kepala keluarga menjauhi pinggiran sungai lantaran rawan banjir. Penduduk kampung itu sebelumnya adalah nelayan yang kemudian belajar bertani.

Namun, saat itu kawanan gajah terus menghantui masyarakat lantaran sering merusak tanaman warga. Hingga beberapa tahun terakhir ini warga kompak menanam Kelapa Sawit setelah kawanan gajah tidak lagi datang. 

"Mulai sejak itulah ada dugaan bahwa perusahaan itu mau menguasai kebun warga," tuturnya.

Permasalahan tersebut juga telah sampai ke Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau. Namun, sampai saat ini, belum ada penyelesaian.

Hingga berita ini diterbitkan Gatra.com masih berupaya untuk melakukan konfirmasi kepada pihak PT NWR.

366

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR