Jakarta, Gatra.com – Eks Menteri Sosial, Juliari Batubara, dijatuhkan vonis penjara selama 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan oleh majelis hakim oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin, (23/8).
Akankah hukuman ini berpengaruh pada elektabilitas partai Juliari saat ini, yaitu PDIP? Pengamat politik, Ujang Komarudin, melihat hal itu mungkin saja terjadi.
“Secara politik besar atau kecil akan berdampak pada elektabilitas PDIP. Karena korupsi Bansos itu sejatinya tak bisa ditolerir. Bantuan untuk orang miskin dikorupsi. Ini bentuk kejahatan korupsi yang luar biasa,” ujar Ujang kepada Gatra.com melalui pesan teks pada Senin, (23/8/2021).
Pada beberapa survei baru-baru ini, PDIP masih menempati posisi tertinggi dalam hal elektabilitas. Dalam survei Spektrum Politika Institute (SPI) beberapa hari lalu, misalnya, PDIP masih berada di posisi tertinggi dengan prosentase 18,9%. PDIP masih berada di atas Gerindra (11,7%), PKB (7,9%), Golkar (6,7%), dan PAN (6,2%).
Dalam survei lainnya dari Charta Politika beberapa waktu lalu, PDIP lagi-lagi berada di posisi teratas dengan prosentase 22,8%, disusul oleh Gerindra (17,5%), PKB (9,4%), PKS (6,8%), dan Demokrat (6,6%).
Padahal, pada tahun 2018 silam, PDIP menjadi partai dengan politisi yang paling banyak ditangkap Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni sebanyak 7 kepala daerah.
Situasi yang sama masih tercermin dari pandangan masyarakat di tengah pandemi Covid-19 ini. Pada April 2021, Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian Masyarakat Milenium (LPMM), Daniel Zafnat, membeberkan bahwa melalui survei yang dilakukan oleh lembaganya, PDIP menjadi partai terkorup di tengah pandemi, bersama Gerindra, dengan prosentase 79,2%.
Ujang memandang bahwa alasan di balik masih tingginya elektabilitas PDIP adalah karena partai tersebut memiliki massa yang loyal dan tak mudah goyah. Akan tetapi, ia juga menilai bahwa elektabilitas itu masih bersifat dinamis. “Jika PDIP terus berkasus, bisa saja elektabilitasnya akan tersalip partai lain,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa di ekosistem politik yang ada di Indonesia saat ini, partai yang tidak koruptif dinilai langka. Ia bahkan mengatakan bahwa hampir semua partai politik yang ada saat ini koruptif.
“Masyarakat juga sudah permisif terhadap korupsi. Masyarakat sudah cuek terhadap partai yang korup. Dan setiap Pemilu juga terjadi masif money politics. Ini yang membuat politik kita rusak. Dan yang membuat partai korup tetap di atas elektabilitasnya,” ujar Ujang.
Dengan demikian, satu solusi yang wajib dilakukan oleh insan politik di Indonesia menurut Ujang adalah membangun kesadaran pada masyarakat agar tidak menerima uang “serangan fajar” di masa-masa pemilu.