Jakarta, Gatra.com – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI berkomitmen untuk menyelesaikan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) pada Masa Sidang I Tahun Persidangan 2021-2022. Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU PKS Baleg DPR RI, Willy Aditya, menegaskan hal itu pasca-komunikasi intensif dengan pihak pemerintah.
“Target saya selaku Ketua Panja RUU PKS ini selesai di masa sidang ini. Dan saya sudah berkomunikasi juga dengan pemerintah, pemerintah bahkan sudah membentuk task force yang diketuai oleh Wamenkumham,” ujar Willy dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (22/8).
Saat ini posisi pembahasan RUU PKS sudah masuk dalam Prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021 sebagai usul inisiatif Baleg DPR RI. Penyusunan draf RUU dan Naskah Akademik pun diperkuat dengan telah berulang kali melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), serta mempelajari catatan kritis yang terjadi pada periode DPR RI sebelumnya.
“Ini semoga bisa menjadi jalan tengah lah, kita tentu berharap ini masa sidang ini selesai naskah akademik untuk kemudian dibawa ke paripurna untuk diambil keputusan,” katanya.
Willy menjelaskan, terdapat empat isu krusial (pro-kontra) yang terjadi dalam dinamika pembahasan RUU PKS selama ini. Pertama, terkait judul RUU, antara penggunaan terminologi ‘kekerasan seksual’ atau ‘kejahatan seksual’. Kedua, tentang jenis-jenis kekerasan; Ketiga, tentang persetujuan melakukan hubungan seksual (sexual consent); Keempat, tentang kontrol dari masyarakat.
“Terkait isu pertama, kita kan sedang bicara tentang kekosongan payung hukum berupa tindak pidana khusus, sehingga aparat penegak hukum memiliki legal standing, sehingga bisa melakukan penindakan,” ujar anggota Fraksi Partai NasDem ini.
Selain itu, terkait jenis-jenis kekerasannya apa saja, tambah Willy, dapat dilakukan harmonisasi dengan undang-undang yang sudah eksis sejauh ini, yaitu di UU KUHP.
“Saya berkoordinasi dengan Kemenkumham. Kan mereka juga sedang mengajukan revisi RUU KUHP. Jadi biar tidak tumpang tindih, mana klausul-klausul atau pasal-pasal yang sudah ada di KUHP tidak perlu lagi masuk di RUU PKS. Jadi lebih sederhana,” ujar Willy.
Terkait dengan sexual consent, Willy menekankan, RUU ini tidak mengatur hal tersebut, terlebih soal orientasi seksual (sexual orientation). RUU ini, tegas Willy, lebih menekankan pada pencegahan dan perlindungan korban kekerasan seksual karena dinilai belum ada aturan yang khusus mengenai hal tersebut.
“Dan yang terakhir tentu kontrol sosial tidak kita hilangkan. Tentu ini jadi sebuah kekhasan dari sosio-kultural kita, di mana ada peran keluarga, peran adat, peran masyarakat, itu sangat perlu diberikan kewenangan khusus itu,” kata legislator Dapil Jawa Timur XI itu.