Home Politik DPRD Jateng: Urusan Gabah dan Beras Harus Dikelola Negara, Seperi BBM

DPRD Jateng: Urusan Gabah dan Beras Harus Dikelola Negara, Seperi BBM

Semarang, Gatra.com - Komisi B DPRD Jawa Tengah (Jateng) meminta pemerintah lebih memperhatikan nasib petani gurem yang penghasilan setiap bulan sekitar Rp380 ribu. Di bawah standar Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

Menurut Ketua Komisi B DPRD Jateng, Sumanto dari sekitar 2,9 juta petani di Jateng 50% adalah petani gurem. Petani gurem adalah petani yang hanya memiliki lahan di bawah 2 ribu meter persegi. Rata-rata hasil panen per hektare sawah petani gurem sekitar enam ton gabah. Tapi saat dijual terjadi penyusutan sekitar 18%.

“Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah ditetapkan Rp4.200 per kilogram. Tapi yang terjadi pada saat panen raya Juni 2021 harga jual gabah hanya Rp3.400 per kilogram. Jika dikalikan dengan hasil panen pendapatan hanya sekitar Rp380 ribu per bulan. Jauh di bawah UMK,” katanya di Semarang, Kamis (19/8).

Bila selama ini petani gurem masih bisa bertahan, lanjut Sumanto karena rata-rata memiliki usaha sampingan seperti ternak sapi, kambing, atau menanam tanaman lain.

Oleh karena, politisi dari PDIP ini meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng lebih memperhatikan kesejahteraan para petani gurem yang jumlah cukup banyak. “Semenjak zaman sebelum penjajahan, zaman penjajahan hingga sekarang nasib petani gurem tidak pernah sejahtera. Kalau ada yang sukses hanya sedikit,” ujaranya.

Lebih lanjut Sumanto menyatakan, nasib petani gurem di Jateng sekarang tambah susah, karena kesulitan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi dari pemerintah. Terpaksa membeli pupuk nonsubsidi dengan harga mahal.

Pemerintah Provinsi Jateng dan Pemerintah Pusat supaya membenahi persoalan pupuk bersubsidi, mulai data kebutuhan, distribusi benar-benar sampai di tangan petani pengguna.

“Sejak dulu barang bersubsidi pasti banyak masalah baik pupuk, minyak, lainnya, karena orang yang bermain pasti banyak. Harus dibenahi,” katanya.

Kalau subsidi pupuk masih terus dilakukan dan tata kelola tidak dibenahi, maka persoalan akan terus berulang. Pupuk langka, susah dicari di pasaran, sedangkan petani butuh pupuk tepat waktu.

“Saya mengusulan agar subsidi pupuk dicabut. Anggaran subsidi dialihkan untuk menaikkan HPP gabah dari Rp4.200 per kilogram menjadi Rp5.500 per kilogram,” ujar Sumanto.

Para petani, imbuh Sumanto telah siap tanpa subsidi pupuk, asalkan HPP naik menjadi Rp5.500 per kilogram. “Agar petani sejahtera gabah harus dibeli negara dengan HPP sekitar Rp5.500 per kilogram. Urusan gabah dan beras harus dikelola negara, seperi bahan bakar minyak (BBM),” katanya.


 

273