Jakarta, Gatra.com – Pemahat patung sekaligus salah satu pelopor Gerakan Seni Rupa Baru, I Nyoman Nuarta, mengungkapkan bahwa Indonesia perlu belajar banyak soal kegigihan pada orang-orang Korea Selatan. Pernyataan itu berkaca pada pengalamannya saat pernah menyambangi Negeri Ginseng tersebut kurang lebih 15 tahun silam.
Ketika itu, Nyoman diminta untuk menjadi pembicara menyangkut persoalan kebudayaan dan lingkungan. "Waktu itu Kpop itu belum ada, baru direncanakan pada saat itu,” kenang dia seperti yang ia ungkapkan pada dalam acara Pengayaan Konten Buku: Indonesia Menuju 2045 yang digelar secara daring pada Sabtu, (14/8).
Nyoman melihat fokus mereka yang kuat. “Jadi yang saya lihat fokus mereka itu luar biasa. Kita tidak memiliki itu, kegigihan luar biasa. Bagaimana membela suatu pendapat bukan emosional sifatnya, tapi ilmiah. Mereka gigih sekali. Nah ini yang kita kehilangan itu. Bangsa kita ini mudah sekali berbalik dan tidak mudah fokus,” ungkapnya.
Hal yang sama diamini oleh aktris Sha Ine Febriyanti. Saat berkesempatan berkunjung ke Asian Film Academy di Busan, Korea Selatan, pada tahun 2012 silam, ia melihat kegigihan orang-orang Korsel dalam mempelajari bidang yang digeluti.
Namun, menurut pengalamannya, kegigihan bukanlah satu-satunya alasan industri hiburan Korsel bisa sangat maju seperti saat ini. Pada saat, menurut dia itu Korea belum seperti sekarang.
"Waktu itu saya melihat bahwa yang menarik adalah mereka selain punya kegigihan yang luar biasa untuk belajar, tapi juga ternyata segala ekosistem yang mendukung seni itu sangat luar biasa,” tutur Ine di kesempatan yang sama.
“Jadi ada tiga yang saya lihat. Stakeholder atau pengusaha, seniman, dan pemerintah. Jadi mereka ini bekerja sama, bahu-membahu, dan punya porsi yang sama untuk membuat Festival Film Busan ini menjadi barometer di dunia,” imbuh Ine.
Senada dengan Nyoman, Ine menyebut bahwa Indonesia tak punya apa yang Korsel punya, yaitu kegigihan. “Selalu nggak punya plan jangka panjang. Kita selalu dirombak terus. Udah jadi A, nanti besok berubah lagi," papanya.
Inkosistensi menjadi kunci. "Jadi, kita itu selalu kebingungan soal sistem karena memang mungkin kurang gigih untuk mempertahankan atau kurang sabar kita ini. Jadi, mungkin itu yang bisa kita belajar banyak ya dari bangsa Korea,” pungkas Ine.