Jakarta, Gatra.com - Praktisi pemasaran dan distribusi, Dony Oskaria, mengungkapkan bahwa pelaku usaha di industri pariwisata tak perlu menyulap produk-produk pariwisatanya dengan embel-embel modernisme agar terlihat lebih menarik.
“Banyak kesalahan di kebanyakan daerah-daerah yang memproduksi atau menciptakan satu oleh-oleh yang menjadi kebanggan di daerahnya. Umunya mereka mencoba memodernisasi oleh-olehnya supaya terlihat kota,” ujar Dony dalam program Webinar Desa Wisata yang digelar Kamis, (12/8).
“Nah, ini justru sekarang trennya berbeda. Orang suka sesuatu yang otentik, yang representing [mewakili] daripada tempat yang dia kunjungi. Jadi, kita tidak usah berusaha untuk memodern-modernkan,” tegas Dony.
Dony pun menceritakan pengalamannya mengunjungi sebuah lokasi pariwisata. Ia menyebut bahwa tak lama kemudian, destinasi tersebut ‘hancur’ dari segi ekonomi. Ia menilai kehancuran tersebut diakibatkan oleh bergesernya tren pariwisata saat ini di mana wisatawan lebih suka produk pariwisata yang bernilai kedaerahan ketimbang modern.
“Hari ini orang mencari sesuatu yang otentik,” ujar Dony.
Tak hanya sampai di situ. Dony juga mengingatkan kepada pihak-pihak berwenang di daerah untuk menganggap ini sebagai kesempatan untuk mengembangkan industri pariwisata berbasis kedaerahan.
Menurut Dony, produk-produk pariwisata yang otentik tersebut juga perlu dipasarkan dengan cara yang baik, salah satunya dengan trik pemasaran (marketing) yang dinamakan ‘storytelling’.
“Marketing pun shifting, dari yang hard-selling, menjadi soft-selling, menjadi storytelling. Orang sudah nggak mau lagi, ‘Belilah ini, bayar sekian’. Nggak mau lagi. Sekarang sudah bagaimana dia bercerita dengan sendirinya,” ujar Dony.
“Nanti di daerah Bapak Ibu sekalian sudah dibiasakan agar untuk tidak lagi hard-selling, tetapi menjadi soft-selling, dan ada stroytellingnya. Kenapa orang harus datang ke desa wisata itu? Apa main attraction-nya? Apa yang membuat orang harus datang ke sana?” jelas Dony.
Menurut Dony, metode ini bisa dijalankan lagi untuk menggeliatkan kembali industri pariwisata yang mati suri selama pandemi Covid-19. Pasalnya, menurut dia, industri pariwisata merupakan industri yang memiliki multiplier effect paling tinggi dibanding industri lain.