Jakarta, Gatra.com - Pusat Studi Kebijakan Kesehatan dan Kesejahteraan Rakyat (Puskesra) meminta pemerintah mengawasi secara ketat produksi dan distribusi obat-obatan penanganan Covid-19. Pasalnya, potensi terjadinya monopoli harga serta kelangkaan amat besar seiring permintaan obat yang makin tinggi.
Pemerintah juga harus memastikan distribusi yang merata dan berkeadilan terhadap produksi obat-obatan untuk pasien Covid-19. Dengan tidak hanya melibatkan perusahaan-perusahaan farmasi besar, melainkan juga perusahaan farmasi skala menengah ke bawah. Sehingga, produksi dan distribusi obat semakin masif. Tingkat pemulihan kesehatan yang tinggi akan diikuti dengan perputaran roda ekonomi.
Direktur Eksekutif Puskesra, Rafles Hasiholan menilai akibat tidak meratanya produksi dan distribusi obat-obatan penanganan Covid-19, rakyat kesulitan untuk mendapatkan obat di apotek-apotek kecil. “Beberapa waktu lalu, kita dihebohkan dengan video Presiden Jokowi yang melakukan sidak ke apotek kecil untuk mengecek persediaan obat untuk pasien Covid-19. Saat itu presiden tidak menemukan satupun obat dan hanya ada beberapa multivitamin. Ini menjadi bukti nyata bahwa obat-obatan untuk pasien Covid-19 belum terdistribusi merata,” kata Rafles.
Presiden lantas menanyakan situasi tersebut ke Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin terkait kelangkaan obat penanganan dan terapi Covid-19 di apotek-apotek kecil. Budi memberitahukan kepada presiden bahwa obat-obatan Covid-19 dapat ditemukan di apotek-apotek tertentu milik BUMN dan perusahaan farmasi besar.
“Situasi yang dialami langsung oleh Presiden Jokowi menunjukkan gambaran nyata distribusi obat-obatan penanganan Covid-19 yang belum merata dan sepertinya dimonopoli oleh perusahaan-perusahaan besar saja. Padahal rakyat seharusnya dipermudah untuk dapat mengakses obat Covid-19,” ujar Rafles.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Puskesra, beberapa obat yang diproduksi oleh perusahaan farmasi besar ini harga jualnya melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) di pasaran. Selain itu, juga terdapat obat yang disegel dan dilarang produksi oleh pihak BPOM. “Kami mendapatkan informasi bahwa obat Ivermectin yang menjadi optional use dalam pengobatan Covid-19, saat ini peredarannya sudah sangat langka karena BPOM telah empat minggu menyegel dan melarang produksi obat tersebut dengan alasan adanya administrasi dan prosedur yang belum lengkap dari perusahaan terkait,” ujarnya.
Rafles mempertanyakan lamanya proses administrasi yang dilakukan oleh BPOM, padahal situasi saat ini membutuhkan langkah penanganan yang extraordinary. Selanjutnya, Puskesra mengimbau pemerintah melalui Kemenkes, BPOM, dan institusi lainnya untuk memperkuat industri farmasi dan obat-obatan dalam negeri di masa pandemi Covid-19. “Dengan kondisi Covid-19 yang masih tinggi, pemerintah seharusnya melibatkan swasta sebagai bentuk gotong-royong semua pihak untuk membantu negara dalam menangani Covid-19. Mustahil Covid-19 cepat reda kalau pemerintah hanya bergerak sendiri”.
Presiden Jokowi menurutnya juga harus menyampaikan kepada kementerian dan lembaga untuk menindak tegas kelompok atau korporasi tertentu yang terindikasi melakukan monopoli obat-obatan terapi Covid-19 dalam berbagai merk.