Home Kesehatan Ketergantungan RI untuk Impor Alkes Masih Besar

Ketergantungan RI untuk Impor Alkes Masih Besar

Jakarta, Gatra.com - Ketergantungan Indonesia terhadap impor alat kesehatan (alkes) masih cukup besar. Di mana, alat kesehatan negara ini mencatat defisit hingga senilai 531 juta dolar Amerika Serikat (setara dengan 7,6 triliun rupiah) pada tahun 2020 lalu.

Hal ini diungkapkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Septian Hario Seto, melalui Zoom dalam webinar bertajuk "Kemandirian Alkes di Indonesia: Khayalan atau Kenyataan", yang disiarkan langsung via kanal YouTube CokroTV pada Selasa, (10/8).

"Mungkin di 2021 ini kayanya bisa meningkat ya, kalo semakin lama pandeminya gitu," ujarnya.

Untuk diketahui, angka defisit 2019 itu meningkat hampir 4 kali lipat dari tahun 2013 yang sebesar 161 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan 2,3 triliun rupiah. Impor alat kesehatan juga terus meningkat sejak tahun 2015 lalu.

Adapun ekspor alat kesehatan Indonesia meski masih tumbuh semenjak 2016 lalu, namun hanya sekitar 3 hingga 5 persen secara year on year (yoy) pada 3 tahun terakhir. Serta hanya mencapai 171 juta dolar AS atau setara dengan 2,4 triliun rupiah pada 2020 lalu.

Di samping itu, Septian mengatakan kemandirian terhadap alkes di Tanah Air merupakan kunci utamanya. "Jadi menurut saya, kemandirian di sektor kesehatan ini adalah salah satu kunci yang sangat utama. Memang kita perlu langkah-langkah konkrit untuk mewujudkan hal ini," tuturnya.

Menurut Septian hal itu merupakan hal yang penting sekali dalam kemandirian alat kesehatan. Ia juga tak mengatakan Indonesia harus produksi 100 persen untuk alkes, namun menurutnya negara ini perlu memproyeksikan alat-alat kesehatan apa saja yang permintaannya akan dibutuhkan di masa yang akan datang.

Seraya Septian menambahkan, sejak tahun 2019 lalu tepatnya sebelum pandemi, Kemenko Marves telah mendorong kemandirian di sektor kesehatan. "Kita dorong ayo dong TKDN [Tingkat Komponen Dalam Negeri] -nya diprioritaskan gitu. Dan ini bukan sesuatu yang melanggar aturan-aturan perdagangan internasional atau WTO [World Trade Organization atau organisasi perdagangan dunia] ya," terangnya.

"Jadi kita sebenarnya bisa memprioritaskan barang-barang yang TKDN ini. Tapi ya memang kalo saya lihat, sebelumnya terlalu banyak memang lobi-lobi gitu ya supaya ya TKDN ini enggak begitu maju-maju. Ini yang sebenernya yang sangat disayangkan," ucap Septian.

 

255