Jakarta, Gatra.com - Ketua Ikatan Program Studi Bioteknologi Indonesia (IPSBI), Dr. Sulistyo Emantoko, mendeskripsikan gambaran historis perkembangan bidang ilmu bioteknologi di Indonesia.Sulistyo mendefiniskan bioteknologi sebagai pengetahuan yang memanfaatkan makhluk hidup secara keseluruhan atau bagian-bagiannya untuk menghasilkan produk yang berguna bagi manusia.
Sejarah bioteknologi di Indonesia berkembang mulai dari penggunaan bioteknologi untuk bahan pangan. “Bioteknologi Indonesia pada awal-awalnya juga diaplikasikan pada bidang makanan, termasuk misalkan produksi makanan fermentasi, produksi asam amino. Kalau kita tahu Monosodium Glutamate (MSG) pabriknya sudah ada di Indonesia,” ujar Sulistyo dalam sebuah media briefing virtual yang digelar Selasa, (10/8/2021).
Sulistyo tak merinci pabrik mana yang dimaksud. Namun, seperti diketahui, terdapat belasan pabrik penyedap rasa MSG di Indonesia sejauh ini. Salah satu produsen MSG terbesar adalah PT Ajinomoto Indonesia di Mojokerto, Jawa Timur, yang berdiri tahun 1969. Menurut data dari perusahaan konsultan independen Citra Cendekia Indonesia, PT Ajinomoto Indonesia memiliki kapasitas produksi sebesar 80.800 ton per tahun.
Itu perkembangan bioteknologi di waktu lampau. Di masa kini, perkembangan bioteknologi menyasar bidang kesehatan, terutama ketika beriringan dengan menyebarnya pandemi Covid-19 baru-baru ini.
“Nah, perkembangan terakhir masuk ke bidang-bidang kesehatan. Kita tahu ada beberapa industri di Indonesia yang katakanlah dia memproduksi, menghasilkan kalau saya katakan, vaksin. Itu sudah mulai ada di Indonesia,” ujar Sulistyo.
Pada tahun 2017, pemerintah membuat nomenklatur baru untuk salah satu nama program studi di bidang jejaring keilmuan multi-, inter-, atau trans-disiplin, yaitu Program Studi Bioteknologi. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 257/M/KPT/2017 tentang Nama Program Studi pada Perguruan Tinggi.
“Sebelumnya belum ada, begitu ya. Nah, dengan adanya program studi yang spesifik ini, maka pengembangan aplikasi bioteknologi, salah satunya di bidang kesehatan, itu diharapkan semakin maju, semakin bisa didukung oleh SDM-SDM yang dihasilkan sendiri oleh perguruan-perguruan tinggi di Indonesia,” ujar Sulistyo.
Untuk masa sekarang, Sulistyo melihat bahwa sumber daya manusia (SDM) bioteknologi sudah banyak dan berwawasan luas. Namun, ia menilai bahwa mereka masih belum banyak terlibat di industri.
“Insan-insan bieteknologi di perguruan tinggi bisa saya katakan pengetahuan bioteknologinya sudah sangat luas. Yang kami perlukan adalah masalah real yang terjadi di industri apa sehingga kita bisa menyumbangkan pemikiran kita dan berkolaborasi lebih dalam dengan industri,” pungkas Sulistyo.